Taubat
- ..
Sholawat
dan Salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad beserta
keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya dengan
baik hingga hari kiamat
Manusia
tidak lepas dari kesalahan, besar maupun kecil, disadari maupun tanpa
disengaja. Apalagi jika hawa nafsu mendominasi jiwanya. Ia akan
menjadi bulan-bulanan berbuat kemaksiatan. Ketaatan, seolah tidak
memiliki nilai berarti.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ
بَنِيْ آدَمَ خَطَاءٌ وَ خَيْرُ
الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّبُوْنَ.
رَوَاهُ
التِّرْمـِذِيُّ
Setiap
anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang
bersalah adalah yang bertaubat. [HR At Tirmidzi, no.2499 dan
dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no. 4391]
لَوْ
أَنَّ الْعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا
لَخَلَقَ اللهُ الْخَلقَ يُذْنِبُوْنَ
ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ رَواه الْحَاكِمُ
Seandainya
hamba-hamba Allah tidak ada yang berbuat dosa, tentulah Allah akan
menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa kemudian mengampuni
mereka. [HR Al Hakim, hlm. 4/246 dan dishahihkan Al Albani dalam
Silsilah Shahihah, no. 967]
Banyak
diantara kita sudah merasa berdosa tetapi
malah menunda-nunda untuk bertaubat, dengan alasan-alasan antara
lain:
1.
Masih menggandrungi perbuatan dosa tersebut, bahkan merasa nyaman,
enak, dan bangga dengannya,
2. Menganggap
remeh perbuatan dosa
3. Khawatir
jika sudah bertaubat pun akan terjebak dalam dosa yang sama, jadi
taubatnya nanti saja, kalau merasa benar-benar sudah mampu
meninggalkannya 100%, dll
Padahal
sikap ini justru menimbulkan dosa tersendiri, simak yang berikut ini:
Ibnul
Qoyyim rahimahullah berkata: “Bertaubat dengan segera merupakan
suatu kewajiban yang harus dilakukan dan tidak boleh ditunda. Setiap
kali seorang hamba menunda taubat, berarti ia telah berbuat maksiat
kepada Allah dan apabila ia sudah bertaubat dari dosa yang
dilakukannya, maka tinggal kewajiban untuk bertaubat dari perbuatan
menunda pelaksanaan taubat.”
Jarang
sekali hal ini terlintas dalam pikiran orang yang bertaubat, bahkan
menurutnya, apabila sudah bertaubat dari dosa ia lakukan, berarti
tidak ada lagi kewajiban lain yang harus ia laksanakan, yaitu
bertaubat dari perbuatan menunda-nundanya.” (Madaarijus
Saalikiin [I/283])
Selain
itu, menunda taubat justru merupakan penyebab sulitnya bertaubat dan
pendorong iuntuk melakukan dosa yang lainnya.
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya
jika seorang mukmin melakukan dosa, maka tertorehlah noda hitam
dihatinya. Apabila ia bertaubat dan berhenti dari dosa itu dan
memohon ampun kepada Allah, maka hatinya mejadi bersih dari noda
tersebut. Apabila dosanya bertambah, maka bertambah pula noda
tersebut sampai menutupi hatinya. Itulah noda yang disebutkan oleh
Allah dalam firman-Nya : ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya
apa yang selalu mereka usahakan itu menutup (menjadi noda) hati
mereka.” (QS. al-Muthaffifiin: 14) [Diriwayatkan oleh Ahmad
(II/298), at Tirmidzi (no.3334) dan beliau menyatakan bahwa hadits
tersebut derajatnya hasan shahih, Ibnu Majah (no.4244), an Nasa-i
dalam kitab al Kubra(no.11658), Ibnu Hibban (no.930), serta al
Hakim (II/562) dan beliau menshahihkannya. Sementara itu, adz Dzahabi
berkata: ‘Menurut syarat Muslim.’ Diriwayatkan juga oleh al
Baihaqi dalam Sunan-nya
(X/188)]
Perhatikan Saudaraku,
hadits berikut ini membantah habis syubhat no. 3 di atas:
Mengenai
hal ini, cobalah kita renungkan dalam hadits berikut. Dari Abu
Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
yang diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla,
أَذْنَبَ
عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِى ذَنْبِى.
فَقَالَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى
ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا
يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ.
ثُمَّ عَادَ
فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ
لِى ذَنْبِى.
فَقَالَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَبْدِى أَذْنَبَ
ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا
يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ.
ثُمَّ عَادَ
فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ
لِى
ذَنْبِى.
فَقَالَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى
ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا
يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ
وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ
لَكَ
“Ada
seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy
dzanbiy’ [Ya Allah, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman,
‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia
memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan
dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut
mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi
agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah
berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa
dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap
perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba
tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay
robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah
berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa
dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap
perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.”(
HR. Muslim no. 2758). An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan
bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama
engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.
An
Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan
dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap
kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap
kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia
bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa
tadi, taubatnya pun sah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/75)
Ini fenomena
yang umum terjadi, di masa sekarang ini, dimana senantiasa
terjadi tarik menarik antara kubu para pelaku dosa dan kubu
orang yang bertaubat. Masing-masing kubu bersenang hati menerima
kehadiran seseorang untuk kembali, yang selama ini berpisah dengan
mereka. Orang-orang yang bertaubat senang menerima hadirnya pelaku
dosa yang kembali bertaubat atas dosa-dosanya. Begitu pula, para
pelaku dosa akan riang gembira menyambut orang shalih yang kembal
menggeluti dosa-dosa lamanya.
Maka
begitu banyak orang yang menjadi korban tarik-menarik itu. Berapa
banyak orang sholih yang akhirnya terjebak dalam dosa, yang dari
dosa itu dahulu pernah bertaubat. Sayangnya, itu terjadi
berkali-kali sepanjang hidupnya.
Namun,
selama ia tulus bertaubat dan ingin memperbaiki diri, tak
ada istilah pintu taubat tertutup baginya selama nyawa belum
sampai di kerongkongan dan matahari terbit dari barat.
Peringatan!
Hadits
ini bukanlah dalil bagi seseorang untuk menunda-nunda taubat,
atau meremehkan urusan dosa. Tapi ini fenomena yang bisa terjadi pada
seseorang. Dan bila itu terjadi, ia tidak boleh berhenti
bertaubat, selama hayat masih dikandung badan.
Al-Qurthubi
menjelaskan, “pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini
adalah: kembali berbuat dosa adalah lebih buruk dari ketika
pertama kali melakukan dosa itu, karena dengan kembali berdosa itu,
ia berarti melanggar taubatnya. Tapi, kembali melakukan taubat adalah
lebih baik dari taubatnya yang pertama, karena ia berarti terus
meminta kepada Alloh Yang Maha Pemurah, terus meminta kepada-Nya, dan
mengakui bahwa tidak ada yang dapat memberikan taubat selain Alloh…,”
(Fathul Bari: 14/471)
Hadits
ini juga bukanlah izin untuk mengulangi dosa lagi. Oleh karena
itu, setiap orang tetap harus hati-hati dalam berbuat dosa supaya
mendapatkan ampunan Allah. Karena setiap hamba tidaklah tahu kapan ia
bisa beristighfar dan bertaubat lagi. Boleh jadi ia tidak sempat
melakukannya karena maut ternyata lebih dulu menghampiri.
Jangan
Salah Paham dengan Syarat Taubat!
Ada
beberapa persyaratan agar suatu taubat bisa disebut dengan taubat
nashuha dan bisa diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala, antara lain
1.
Menyesali perbuatan dosanya
2.
Meninggalkannya
3. Bertekad untuk
tidak melakukannya lagi selama-lamanya
4.
Bila terkait dengan hak orang, dia mengembalikannya kepada orang yang
dizalimi.
Syarat
taubat ketiga di atas bukan “tidak mengulanginya
selama-lamanya”. Yang benar adalah ‘azzam untuk tidak
berbuat lagi. Paham ya?
Jadi
kalau terjerumus lagi, ya taubat lagi. Yang penting tekad itu
dimantapkan dalam hati untuk tidak berbuat lagi. Dan Alloh tahu
apakah seseorang tersebut taubatnya serius atau main-main. Alloh
Maha tahu, apakah diucapkan saja, terus nanti akan berbuat lagi, atau
memang benar-benar berniat untuk berhenti.
Tapi
tidak mustahil kita sudah bertekad, ikhlash, sudah betul-betul murni
tekadnya, tapi kalah lagi, kejeblos lagi, sampai akhirnya menangis
dan kemudian bertaubat. Besok sungguh-sungguh lagi, insyaAlloh
diampuni, walaupun tiga-empat kali terjerumus. Yang penting kita
bertaubat dengan syarat: selain menghentikan perbuatan itu, maka
setelah itu bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dengan ikhlash
bertekad dalam hati bahwa saya tidak berbuat lagi. Terus begitu,
sebelum nyawa di kerongkongan dan matahari terbit dari barat,
pintu taubat masih tetap terbuka.
Untuk melengkapi pembahasan
di atas, berikut ini saya ulas tentang bahaya meremehkan dosa, apa
yang harus dilakukan ketika taubat, dan penghalang taubat.
A.
Jangan Meremehkan Dosa!
Ulasan
ini sekaligus sebagai penjelasan atas saudara-saudaraku yang masih
meremehkan dosa.
Inilah
salah satu penghalang taubat, yaitu ketika seseorang meremehkan
perbuatan dosa yang dia lakukan karena menganggapnya sebagai dosa
kecil. Justru apabila seseorang menganggap remeh perbuatan maksiatnya
kepada Allah Ta’ala maka dia telah terjatuh pada dosa
besar, karena perbuatan menganggap remeh dosa merupakan
satu bentuk dosa besar.
Dan dosa
kecil sekali pun apabila dilakukan terus menerus, tentu akan menjadi
dosa besar, sebagaimana hakekat lautan yang luas hanyalah kumpulan
tetesan-tetesan air yang sanggup menjadi ombak yang besar.
Demikianlah dosa-dosa kecil, apabila berkumpul pada diri seseorang
niscaya akan membinasakannya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda:
إياكم
ومُحقراتُ الذنُوبِ، كقَومٍ نَزلُوا في
بطْنِ وادٍ فجاءَ ذا بعودٍ ، وجاء ذا بعودٍ
حتى أنضَجُوا خبزتهم ، وإنَّ محقَّراتِ
الذُّنوب متى يُؤخذ بها صاحبُها تُهلِكْهُ
“Hati-hatilah
dengan dosa-dosa kecil, (karena dosa-dosa kecil itu) bagaikan suatu
kaum yang turun di suatu lembah dan masing-masing orang membawa satu
ranting kayu bakar yang pada akhirnya bisa menyalakan api hingga
mereka bisa memasak roti mereka. Demikianlah dosa-dosa kecil, apabila
berkumpul dalam diri seseorang niscaya akan membinasakannya”. (HR.
Thabrani, dishohihkan asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah, no.
3102).
Nabi
Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda
(yang artinya) :
“Sesungguhnya
seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada
di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan
menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka melihat
dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas
hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya –begini–, maka
lalat itu terbang”. (HR. at-Tirmidzi, no. 2497 dan dishahîhkan
oleh al-Albâni rahimahullâh)
Berikut
ini tips yang bisa membantu agar kita bisa mengganggap besar
sebuah dosa:
1.
Meyakini bahwa Allah Maha mengetahui dan Maha melihat. Allah
mengetahui segala yang tersembunyi dan yang disembunyikan di dalam
hati. Meskipun kita tidak melihatnya, tetapi Dia pasti melihatnya.
2.
Lihat keagungan Dzat yang Anda durhakai, dan jangan melihat kepada
kecilnya obyek maksiat, sebagaimana firmanNya.
نَبِّئْ
عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ
الرَّحِيمُ وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ
الْعَذَابُ الْأَلِيمُ
Kabarkan
kepada hamba-hambaKu, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azabKu adalah azab yang
sangat pedih. [Al Hijr : 49- 50].
3.
Ingatlah, bahwa dosa itu semuanya jelek dan buruk, karena ia menjadi
penghalang dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
B.
Apa yang harus dilakukan saat bertaubat?
Selain
memperhatikan syarat-syarat taubat di atas, hal yang dapat membantu
taubat diantaranya:
1.
Bacalah do’a ampunan
Do’a
yang bisa diamalkan adalah do’a meminta ampunan yang diajarkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Bakr Ash
Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Dari
Abu Bakr Ash Shiddiq, beliau berkata kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
عَلِّمْنِى
دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِى صَلاَتِى .
قَالَ «
قُلِ :اللَّهُمَّ
إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا كَثِيرًا
وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ
، فَاغْفِرْ لِى مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ
، وَارْحَمْنِى إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ
الرَّحِيمُ »
“Ajarkanlah
aku suatu do’a yang bisa aku panjatkan saat shalat!” Maka Beliau
pun berkata, “Bacalah: ‘ALLAHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN
KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA FAGHFIRLII
MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM (Ya
Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman
yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa
kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari
sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang) ‘.” (HR. Bukhari no. 834 dan Muslim no.
2705)
Bisa
juga merutinkan dzikir setiap pagi dan petang bacaan istighfar
yang paling sempurna, yakni penghulu istighfar (sayyidul istighfar)
sebagaimana yang terdapat dalam shohih Al Bukhari dari Syaddad bin
Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda, “Penghulu istighfar adalah apabila
engkau mengucapkan,
اَللَّهُمَّ
أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ
أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ،
وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا
اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ
مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ
عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ
لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ
إِلاَّ أَنْتَ
“Allahumma
anta robbi laa ilaha illa anta, kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana
‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’udzu bika min syarri
maa shona’tu, abuu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abuu-u bi
dzanbi, faghfirliy fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta [Ya
Allah! Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah
kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu.
Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung
kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu
kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku.
Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau].” (HR.
Bukhari no. 6306)
Faedah
dari bacaan ini adalah sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam sabdakan dari lanjutan hadits di atas,
وَمَنْ
قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا
، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ
يُمْسِىَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهْوَ
مُوقِنٌ بِهَا ، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ
يُصْبِحَ ، فَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
»
“Barangsiapa
mengucapkannya pada siang hari dan meyakininya, lalu dia mati pada
hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Dan
barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dalam keadaan meyakininya,
lalu dia mati sebelum waktu pagi, maka dia termasuk penghuni surga.”
Hadits
sayyidul istigfar ini meliputi makna taubat dan terdapat pula hak-hak
keimanan. Di dalam hadits ini juga terkandung kemurnian
ibadah dan kesempurnaan ketundukan serta perasaan sangat butuh kepada
Allah. Sehingga bacaan dzikir ini melebihi bacaan istigfar
lainnya karena keutamaan yang dimilikinya. –Semoga kita termasuk
orang yang selalu merutinkannya di setiap pagi dan sore-
2.
Lakukan shalat taubat
Shalat
taubat adalah shalat yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan empat
madzhab [ Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/
431, Al Maktabah At Taufiqiyah dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al
Kuwaitiyah, 2/9662, Asy Syamilah.]. Hal ini berdasarkan hadits,
«
مَا مِنْ عَبْدٍ
يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ
ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ
غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ».
ثُمَّ قَرَأَ
هَذِهِ الآيَةَ (وَالَّذِينَ
إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا
أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ)
إِلَى آخِرِ
الآيَةِ
“Tidaklah
seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik,
kemudian berdiri untuk melakukan shalat dua raka’at kemudian
meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.”
Kemudian beliau membaca ayat ini: “Dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri,
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan
mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui.[QS. Ali Imron: 135]” (HR. Tirmidzi no. 406, Abu Daud
no. 1521, Ibnu Majah no. 1395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)[Hadits ini didho’ifkan oleh sebagian ulama.
Namun sebagian ulama lain menshahihkannya.].
Meskipun
sebagian ulama mendhoifkan hadits ini, namun kandungan ayat sudah
mendukung disyariatkannya shalat taubat.[Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/
431.]
Shalat
taubat ini bisa cukup dengan dua raka’at dan cukup niat
dalam hati, tanpa perlu melafazhkan niat tertentu.
3.
Jauhilah lingkungan yang buruk demi memperkuat taubat
An
Nawawi mengatakan, ”Hendaklah orang yang bertaubat mengganti
temannya dengan teman-teman yang baik, sholih, berilmu, ahli ibadah,
waro’dan orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi. Hendaklah
ia mengambil manfaat ketika bersahabat dengan mereka.”[Lihat Shahih
Fiqh Sunnah, 1/ 431.]
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat
dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati
kita.
مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ
السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ
، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ
مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ
، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ
يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ
تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang
yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah
bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika
engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli
darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai
besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus
terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR.
Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)
Ibnu
Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan
berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia
kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan
orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan
dunia.”[Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah,
Beirut,
1379]
C.
Penghalang Taubat
Di
antara hal-hal yang menghalangi dosa ialah :
1.
Bid’ah dalam agama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
إِنَّ
اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ
كُلِّ بِدْعَةٍ
Sesungguhnya
Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah. [Ash-Shahihah No.
1620]
2.
Kecanduan minuman keras. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
مَنْ
شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ
صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً فَإِنْ
تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَإِنْ
عَادَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ تَعَالَى
أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ نَهَرِ الْخَبَالِ
قِيلَ وَمَا نَهَرُ الْخَبَالِ قَالَ
صَدِيدُ أَهْلِ النَّارِ رَوَاهُ أَحْمَد
Barangsiapa
yang minum khamr (minuman keras), maka shalatnya tidak diterima
selama empat puluh malam. Jika ia bertaubat, maka Allah akan
menerimanya. Namun, bila mengulangi lagi, maka pantaslah bila Allah
memberinya minuman dari sungai Khibaal. Ada yang bertanya: “Apa itu
sungai Khibaal?” Beliau menjawab,”Nanah penduduk neraka. (HR
Ahmad (2/189) dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ Ash
Shaghir, no. 6188)
Penutup
Tanpa
banyak bertaubat, amalan bisa menjadi potensi riya’ dan sum’ah.
Tanpa
banyak bertaubat, ilmu justru bisa menjerumuskan seseorang pada
penghambaan diri terhadap nafsu dan syahwat demi keuntungan dunia
semata.
Tanpa
banyak bertaubat, kebahagiaan hakiki pun tidak tercapai, sedangkan
adzab dan siksa akhirat telah menanti.
Ibnu
Jauzi rahimahullah berkata: “Wahai, orang-orang yang menyia-nyiakan
usianya, sampai kapan engkau akan menunda taubat? Tidak ada alasan
bagimu untuk menundanya! Sampai kapan orang akan berkata kepadamu:
‘Hai orang yang terfitnah dan tertipu?’ Kasihan sekali kamu ini!
Bulan-bulan kebaikan telah berlalu, namun kamu masih menghitung
bulan-bulan itu. Apakah kamu tahu amalan itu diterima atau ditolak?
Apakah kamu tahu bahwa dirimu adalah orang yang menyambung tali
silaturrahim atau yang memutuskannya? Apakah kamu tahu kelak akan
meniti kebahagiaan atau pada mukamu tergambar penyesalan? Apakah kamu
mengetahui bahwa dirimu adalah salah seorang penghuni Neraka atau
Istana?” (Ru’uusul Qawaariir karya Ibnul Jauzi hal.152)
Semoga
Alloh selalu melunakkan hati kita untuk bisa selalu bertaubat dan
menjadikan istighfar yang kita panjatkan dapat menghapus dosa-dosa
yang begitu banyak. Semoga Alloh memudahkan kita untuk melakukan amal
sholih sehingga dapat menutup kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.
اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِى وَارْحَمْنِى وَأَلْحِقْنِى
بِالرَّفِيقِ الأَعْلَى
“Ya
Allah, ampunilah aku, kasihilah aku dan kumpulkanlah aku bersama
orang-orang sholih.” (HR. Bukhari no. 5674. Lihat Al
Muntaqho Syar Al Muwatho’)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer