Larangan Ghibah
- ..
Dalam
Islam... Membicarakan keburukan manusia/orang lain, dengan tegas
Islam melarangnya.
Rasulullah
bersabda : Tahukah kalian apakah ghibah itu ? "Mereka menjawab :
"Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. "Beliau
bersabda: "Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang
dibencinya." Ditanyakan: "Bagaimana halnya jika apa yang
aku katakan itu (memang) terdapat pada saudaraku? "Beliau
menjawab: "Jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu,
maka engkau telah menggunjingnya (melakukan ghibah), dan jika ia
tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta atasnya."
(Hadits
Riwayat Muslim, 4/2001).
Asy-Syaukani
berkata (setelah menjelaskan pengharaman ghibah berdasarkan
Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijmak), “Jika telah jelas perkaranya
bagimu, maka engkau telah mengetahui bahwasanya ghibah termasuk
kemungkaran yang paling keras dan keharaman yang paling besar. Oleh
karenanya mengingkari pelaku ghibah adalah wajib bagi setiap muslim.
Berkata
Imam Nawawi dalam Al-Adzkar : ”Ketahuilah bahwasanya ghibah itu
sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga
bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib bagi
siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang
lain) untuk melarang orang itu, kalau dia tidak takut kepada mudhorot
yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya
untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat
ghibah tersebut jika memungkinkan hal itu.
Jika
dia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau dengan memotong
pembicaraan ghibah tersebut dengan pembicaraan yang lain, maka wajib
bagi dia untuk melakukannya. Jika dia tidak melakukannya berarti dia
telah bermaksiat.
Jika
dia berkata dengan lisannya :”Diamlah”, namun hatinya ingin
pembicaraan gibah tersebut dilanjutkan, maka hal itu adalah
kemunafikan yang tidak bisa membebaskan dia dari dosa. Dia harus
membenci gibah tersebut dengan hatinya (agar bisa bebas dari dosa).
Jika
dia terpaksa di majelis yang ada ghibahnya dan dia tidak mampu untuk
mengingkari ghibah itu, atau dia telah mengingkari namun tidak
diterima, serta tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan majelis
tersebut, maka haram baginya untuk istima' (mendengarkan) dan isgo’
(mendengarkan dengan saksama) pembicaraan ghibah itu. Yang harus dia
lakukan adalah hendaklah dia berdzikir kepada Allah ta'ala dengan
lisannya dan hatinya, atau dengan hatinya, atau dia memikirkan
perkara yang lain, agar dia bisa melepaskan diri dari mendengarkan
ghibah tersebut. Setelah itu maka tidak mengapa baginya untuk
mendengar ghibah (yaitu sekedar mendengar namun tidak memperhatikan
dan tidak faham dengan apa yang didengar), tanpa mendengarkan dengan
baik ghibah itu jika memang keadaannya seperti ini (karena terpaksa
tidak bisa meninggalkan majelis gibah itu). Namun jika (beberapa
waktu) kemudian memungkinkan dia untuk meninggalkan majelis dan
mereka masih terus melanjutkan ghibah, maka wajib baginya untuk
meninggalkan majelis.
Sangat
dianjurkan bagi seseorang yang mendengar saudaranya dighibahi bukan
hanya sekedar mencegah ghibah tersebut, tetapi untuk membela
kehormatan saudaranya tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Barangsiapa
menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat
Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya".
(Hadits
Riwayat Ahmad, 6/450, shahihul Jami'. 6238).
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer