بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ
Makna Lailatul Qadar
Sebagian
ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Al-Qadar (bulan) yang
disandarkan pada kalimat lailah (malam) dapat diartikan sebagai
keagungan, seperti firman Allah "Wama qadarullaha haqqa qadrihi." Ia
mempunyai kekuasaan dan keagungan, seperti diturunkannya Al-Quran, para
malaikat, rahmat, barakah, ampunan, dan juga lailatul Qadar. Semua ini
sebagai bukti kemuliaan dan keagungannya.
Akan
tetapi sebagian ulama berpendpat Al-Qadar disini berarti kesempitan,
seperti firman Allah: "Dan barang siapa yang di sempitkan rizkinya" yang
dimaksud dengan sempit di sini tersembunyi-nya malam dan tidak
ditentukan kapan turunnya. Atau bisa juga diartikan sebagai kemampuan,
bahwa sesungguhnya Allah mampu mengetahui apa yang akan terjadi pada
tahun itu, berdasarkan firman Allah: "Fiiha yufraku kullu amrin hakim"
Bangun
pada malam lailatul Qadar merupakan sebuah keutamaan dimana Allah akan
membalasnya dengan kebaikan seribu bulan. Maka ibadah di bulan Ramadhan
lebih dianjurkan dari bulan-bulan yang lain.
Dari
Abi Hurairah ra, dari Nabi Saw, ia berkata: "Barang siapa yang berpuasa
pada bulan Ramadhan dalam keadaan beriman dan sadar akan batasan
dirinya, maka Allah akan mengampuni segala dosa-dosanya yang telah
lalu." Adapun maksud perkataan beliau: "Barang siapa yang berpuasa pada
bulan Ramadhan dalam keadaan beriman" Yaitu percaya dengan janji Allah
akan pahala yang akan di berikan, karena Allah telah memberikan pahala
khusus bagi mereka yang berpuasa, sebagaimana di sebutkan dalam Hadits
Qudsi: "Semua perbuatan bani Adam diperuntukkan baginya kecuali puasa,
maka ia (puasa) adalah milikku dan aku akan membalasnya" dan maksud dari
kata (ihtisaaban) adalah; meminta keridlaan yang maha kuasa, dan
pahala-Nya, tidak ada yang manusia harapakan kecuali hal tersebut.
Al-Ihtisab
berasal dari kata hasiba, seperti kata I'tidad dari kata Al- 'Adad, ada
yang mengatakan bahwa maksudnya adalah pelaksanaan suatu pekerjaan yang
murni tidak mengharapkan apa-apa kecuali ridla-Nya. "Ihtasabahu"karena
waktu itu akan dihitung atau dihisab perbuatannya, maka seakan-akan
orang yang berpuasa-lah yang menentukan hasilnya.
Rasulullah
bersabda: "Akan di ampuni segala dosanya yang telah lalu" dalam hadis
menunjukkan semua dosa secara keseluruhan, baik yang besar maupun yang
kecil. Akan tetapi para ulama telah bersepakat bahwa yang dimaksud
disini adalah dosa kecil, karena dosa besar tidak akan diampuni kecuali
dengan taubat Nasuha, dengan syarat-syarat sebagai berikut: Menyesali
apa yang telah ia perbuat, berniat kuat untuk tidak mengulangnya kembali
untuk melepaskan diri dari belenggu dosa, dan mengembalikan semua hak
kepada pemiliknya.
Nabi
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang yang berpuasa dan berhak
menerima penghapusan dosa yang telah lalu adalah mereka yang berpuasa
dengan penuh keimanan dan mawas diri, menjauhkan diri dari riya, pamer
dan perbuatan lain yang dapat mengurangi pahala ibadah, bahkan
menghilangkannya. Oleh karena itu Rasulullah mengajarkan kepada umat-Nya
untuk beribadah dengan ikhlas, jujur, selalu mendekatkan diri kepada
Tuhannya dengan hanya mencari ridlanya semata, tidak menpersekutukannya
dengan yang lain, "Barang siapa yang berharap bertemu dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia beramal saleh dan tidak mempersekutukan-Nya dengan
yang lain"
Bagi
mereka yang menjalankan bangun malam dengan penuh keimanan dan mawas
diri, mengisinya dengan shalat tarawih, tahajud, membaca Al-Quran dan
memperbanyak dzikir dan do'a, akan mendapatkan pahala sekaligus ampunan
dari Allah untuk dosanya yang telah lalu.
Allah
tidak memberitahukan datangnya malam Lailatul Qadar, akan tetapi
sebagian hadis telah menerangkan bahwa malam tersebut berada pada malam
ke sepuluh terakhir bulan Ramadhan, atau pada bilangan ganjil di bulan
Ramadhan. Adapun yang dimaksud dengan "ampunan" disini adalah ampunan
dari dosa-dosa kecil, Imam Nawawi berkata: "Para ulama telah bersepakat
bahwa dosa yang dihapus pada malam Lailatul Qadar adalah dosa kecil,
pendapat ini disetujui oleh Imam Haramain, dan di harapkan pengampunan
ini dapat meringankan dosa besar yang mereka miliki.
Sedangkan
menurut imam Nasa'i, bagaimana ampunan tersebut dapat menghapus dosa
yang belum kita kerjakan? Jawabannya adalah sebagaimana diriwayatkan
dalam sebuah hadis, yang menggambarkan keadaan golongan ahli Badar:
"Lakukanlah apa yang dapat kalian lakukan, maka Allah akan mengampuni
kalian" Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa maksud dari ampunan
disini adalah penjagaan dari dosa besar, ada juga yang berpendapat bahwa
dosanya akan terampuni.
Apakah
orang yang beribadah pada malam Ramadhan akan mendapatkan pahala
Lailatul Qadar? Atau kah pahala tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka
yang mampu menyingkap peristiwa tersebut dengan pertanda yang datang
kepada mereka? Sebagian ulama seperti At-Tabari dan yang lainnya
mengatakan, pahala malam Lailatul Qadar akan diterima oleh mereka yang
mengisi malam tersebut dengan ibadah, sekalipun tidak ada pertanda
berarti yang membedakan malam tersebut dengan yang lainnya, dan tidak
tergantung pada alamat dan tanda-tanda yang mengikat.
WAKTU DAN TANDA-TANDA KEDATANGAN MALAM LAILATUL QADAR
Dari
Ibnu Umar ra, ada beberapa orang sahabat Nabi Saw yang bermimpi bahwa
Lailaitul Qadar akan datang pada pada tujuh malam terakhir bulan
Ramadhan, Rasulullah SAW bersabda: "Aku juga melihat ru'yah kalian pada
tujuh malam terakhir bulan tersebut. Maka barang siapa yang
menginginkannya, dapatkanlah malam tersebut pada tujuh malam terakhir"
Lailatul
Qadar mempunyai kedudukan yang istimewa dalam Islam, karena malam
tersebut diakui sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada
malam tersebut turunlah para malaikat (termasuk malaikat Jibril) dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam tersebut akan penuh
dengan kesejahteraan sampai terbit fajar.
Seperti
halnya kematian, malam Lailatul Qadar juga dirahasikan keberadaannya
oleh Allah supaya manusia mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah
dan mengingatnya dengan tetap mawas diri setiap saat, selalu berbuat
kebaikan dan taat kepada Tuhannya.
"Aku
juga melihat Lailatul Qadar dalam mimpi seperti kalian yaitu pada tujuh
malam terakhir" (dengan mempergunakan kalimat Tawaata'a). Hadis ini
bersinggungan dengan sebuah hadis yang berbunyi: "Seseorang telah
melihat malam Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan,
maka Nabi bersabda: "Dapatkanlah malam mulia itu, pada tujuh malam
terakhir" (Dengan mempergunakan kata Ra'a). Riwayat Muslim menyatakan
bahwa Lailatul Qadar jatuh pada tujuh malam terakhir sedang riwayat
Bukhari ada yang melihat jatuh pada malam ketujuh dan ada yang melihat
sepuluh terakhir.
Karena
perbedaan kalimat pada kedua hadis tersebut (dalam riwayat Muslim
mempergunakan kalimat Tawata'a sedangkan riwayat Bukhori tidak
mempergunakan kalimat tersebut), timbullah perbedaan pendapat di antara
para ulama dalam menentukan datangnya malam Lailatul Qadar, ada yang
mengatakan pada tujuh malam terakhir dan ada juga yang mengatakan
sepuluh malam terakhir. Padahal secara tidak langsung bilangan tujuh
masuk ke dalam sepuluh, maka Rasulullah pun menentukan bahwa malam
Lailatul Qadar jatuh pada tujuh malam terakhir, karena makna Tawaata'a
pada hadis yang diriwayatkan Muslim berarti Tawaafuq (sesuai atau sama).
Sebagian
ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh di sini adalah tujuh
malam terakhir bulan Ramadhan. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ali
ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada
sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, seandainya kalian kehilangan
hari-hari sebelumnya maka jangan sampai kalian melewatkan malam-malam
terakhir bulan tersebut"
Diriwayatkan
oleh Ibnu Umar ra, ia berkata, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
"Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan,
apabila kalian merasa lemah atau tidak mampu melaluinya maka jangan
sampai kalian kehilangan tujuh malam berikutnya" Dari berbagai versi
hadis yang ada, telah terbukti bahwa Lailatul Qadar jatuh pada sepuluh
malam terakhir bulan Ramadhan.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam dua puluh dua
dan paling akhir jatuh pada malam dua puluh delapan, berdasarkan sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Ibnu Abbas bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam
terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi malam Lailatul Qadar sendiri jatuh
pada malam ke sembilan, tujuh dan lima Ramadhan (bilangan ganjil).
Dari
riwayat hadis yang berbeda lahirlah pendapat para ulama yang beragam
(tidak kurang dari empat puluh pendapat). Malam Lailatul Qadar mempunyai
ciri dan keistimewaan tersendiri yang tidak dapat kita kenali kecuali
setelah berlalunya malam tersebut. Salah satu ciri atau keistimewaan
tersebut adalah; terbitnya matahari seperti biasa akan tetapi
memancarkan cahaya redup (tidak bersinar terang seperti biasa),
berdasarkan sebuah hadis: dari Zur Bin Hubaisy, ia berkata: "Aku
mendengar Ubay Bin Ka'ab berkata: "Barang siapa yang bangun di tengah
malam selama satu tahun ia akan mendapatkan Lailatul Qadar" Ayahku
berkata: "Demi Allah tidak ada Tuhan selain dia, malam itu terdapat di
bulan Ramadhan, demi Tuhan aku mengetahuinya, tapi malam manakah itu?
Malam dimana Rasulullah memerintahkan kita untuk bangun untuk beribadah.
Malam tersebut adalah malam ke dua puluh tujuh, yang ditandai dengan
terbitnya matahari berwarna putih bersih tidak bercahaya seperti
biasanya".
Diriwayatkan
dari Ibnu Khuzaimah dari hadis Ibnu Abbas: "Ketika Lailatul Qadar pergi
meninggalkan, bumi tidak terasa dingin, tidak juga panas, dan matahari
terlihat berwarna merah pudar" dan dari Hadits Ahmad: "Pada hari itu
tidak terasa panas ataupun dingin, dunia sunyi, dan rembulan bersinar"
Dari hadis kedua kita dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri tersebut hanya
ada pada waktu malam hari.
Malam
Lailatul Qadar bukanlah malam yang penuh dengan bintang yang bersinar
(sebagaimana diperkirakan orang) akan tetapi Lailatul Qadar adalah malam
yang mempunyai tempat khusus di sisi Allah. Dimana setiap Muslim
dianjurkan untuk mengisi malam tersebut dengan ibadah dan mendekatkan
diri padanya.
Imam
Thabari mengatakan: "Tersembunyinya malam Lailatul Qadar sebagai bukti
kebohongan orang yang mengatakan bahwa pada malam itu akan datang ke
dalam penglihatan kita sesuatu yang tidak akan pernah kita lihat pada
malam-malam yang lain sepanjang Tahun, sehingga tidak semua orang yang
beribadah sepanjang tahunnya mendapat Lailatul Qadar" Sedangkan Ibnu
Munir mengatakan bahwa tidak sepantasnya kita menghukumi setiap orang
dengan bohong, karena semua ciri-ciri tersebut bisa dialami oleh
sebagian golongan umat, selayaknya karamah yang Allah berikan untuk
sebagian hambanya, karena Nabi sendiri tidak pernah membatasi ciri-ciri
yang ada, juga tidak pernah menafikan adanya karamah.
Ia
meneruskan: Lailatul Qadar tidak selamanya harus diiringi keajaiban
atau kejadian-kejadian aneh, karena Allah lebih mulia kedudukannya untuk
membuktikan dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya.
Sehingga ada yang mendapatkan malam Lailatul Qadar hanya dengan
beribadah tanpa melihat adanya keanehan, dan ada sebagian lain yang
melihat keanehan tanpa di sertai ibadah, maka penyertaan ibadah tanpa
disertai keanehan kedudukannya akan lebih utama di sisi Tuhan.
Ada
sebagian pendapat yang mengatakan bahwa salah satu ciri datangnya malam
Lailatul Qadar adalah melihat segala sesuatu yang ada di bumi ini
tertunduk dan sujud ke hadirat-Nya. Sebagian lain mengatakan pada malam
itu dunia terang benderang, dimana kita dapat melihat cahaya dimana-mana
sampai ke tempat-tempat yang biasanya gelap. Ada juga yang mengatakan
orang yang mendapatkan malam Lailatul Qadar dapat mendengar salam dan
khutbahnya malaikat, bahkan ada yang mengatakan bahwa salah satu ciri
tersebut adalah dikabulkannya do'a orang yang telah diberikannya taufik.
MALAM YANG DINANTIKAN
Para
ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh
tujuh Ramadhan, pendapat ini lahir berdasarkan beberapa riwayat, di
antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari 'Abdah dan 'Asim
Bin Abi Najwad: keduanya mendengar Zur Ibnu Hubaisy berkata: "Aku
bertanya kepada Ubay Bin Ka'ab ra tentang datangnya malam Lailatul
Qadar" Kemudian aku meneruskan: "Sesungguhnya adikmu Ibnu Mas'ud pernah
berkata: "Barang siapa yang bangun pada tengah malam selama setahun maka
ia akan mendapatkan malam Lailatul Qadar?" Pada waktu itu Ubay
menjawab: "Ia (Ibnu Mas'ud) tidak ingin manusia hanya beribadah pada
malam itu saja, ia berkata seperti itu karena ia tahu bahwa malam
Lailatul Qadar jatuh pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, yaitu
pada malam ke duapuluh tujuh, kemudian ia bersumpah bahwa malam Lailatul
Qadar benar-benar jatuh pada malam ke dua puluh tujuh" Kemudian aku
bertanya: "Apa dalil yang dapat membuktikan perkataanmu itu wahai Abu
Mundzir?" Ia menjawab: "Dengan ciri-ciri yang pernah Rasulullah
sebutkan, seperti terbitnya matahari dengan redup tanpa cahaya"
Sebenarnya
dari hadis tersebut kita dapat menilai bahwa para sahabat mampu melihat
keberadaan malam Lailatul Qadar, akan tetapi kehati-hatian dalam
beribadah telah menumbuhkan keimanan dan mengembangkan ketaqwaan dalam
jiwa dan diri mereka, sehingga tertuanglah gerak ritmis ritual keagamaan
menghiasi setiap malam mereka dengan sujud dan tafakur, berdzikir dan
bertasbih tanpa mengenal lelah, hanya untuk menggapai ridlonya.
Dalam
hadis Abdullah Bin Mas'ud di atas disebutkan: "Barang siapa yang bangun
di malam hari selama setahun maka ia akan mendapatkan Lailatul Qadar".
Hadis tersebut menghimbau seluruh manusia untuk tidak hanya
mengkhususkan malam Lailatul Qadar sebagai satu-satunya tempat untuk
beribadah, lebih dari itu ia menghimbau supaya manusia mengisi setiap
detik dari malam-malamya dengan ibadah, dan jangan membiarkan
malam-malam yang lain dalam tahun tersebut kosong tanpa diisi dengan
ibadah, dzikir dan taubat kepada-Nya. Seandainya manusia mengetahui
rahasia di balik malam Lailatul Qadar, malam yang jatuh pada malam dua
puluh tujuh Ramadhan!.
Telah
disebutan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra
tentang salah satu ciri datangnya malam Lailatul Qadar: "Kami mengetahui
datangnya malam Lailatul Qadar dari Rasulullah SAW, ketika itu beliau
bertanya: "Siapa diantara kalian yang pernah melihat bulan pada waktu
malam muncul seperti retak tempurungnya?" Dari hadis tersebut kita dapat
menyimpulkan bahwa Lailatul Qadar datang pada akhir bulan Ramadhan,
karena bulan dengan bentuk yang ditunjukkan Nabi tidak datang kecuali
pada akhir bulan.
Dari
Abdullah Bin Anas bahwasanya Rasulullah bersabda: "Apakah kamu melihat
malam Lailatul Qadar kemudian melupakannya? Allah telah memperlihatkan
tanda-tanda kedatangannya kepadaku pada pagi harinya, sehingga akupun
tersujud di tanah yang becek dan berlumpur" Kemudian beliau meneruskan
"Hujan itu telah datang pada malam dua puluh tiga" Rasulullah pun salat
bersama kami, kemudian pergi begitu saja, sekalipun tanah bercampur air
masih tersisa di kening dan hidungnya, Abdullah Bin Anas berkata: "Dua
puluh tiga (malam dua puluh tiga Ramadhan)"
Adapun
pendapat yang dianggap kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa
Lailatul Qadar jatuh pada hari ganjil sepuluh terakhir bulan Ramadhan,
dan dari hari ganjil itulah terpilih malam dua puluh tujuh.
Diriwayatkan
oleh Abdurrazik dari Ibnu Abbas ia berkata: "Umar memanggil para
sahabat Rasulullah, kemudian menanyakan perihal malam Lailatul Qadar
pada mereka, maka mereka sepakat bahwa malam tersebut jatuh pada malam
sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Kemudian Ibnu Abbas berkata: "Ketika
itu aku mengatakan kepada Umar: "Sesungguhnya aku tahu malam keberapakah
itu" Kemudian umar bertanya: "Malam ke berapa?" Akupun menjawab: "Malam
ketujuh pertama bulan Ramadhan atau malam ketujuh pada sepuluh terakhir
bulan tersebut" Kemudian ia bertanya kembali: "Dari mana kamu
mengetahui hal tersebut?" Maka aku-pun menjawab: "Allah telah
menciptakan tujuh lapis langit, dan tujuh lapis bumi, tujuh hari, dan
masa terus bergulir dalam tujuh perputaran, manusia terbentuk dalam
tujuh bulan, bersujud sebanyak tujuh kali, begitu pula dengan thawaf
melempar jumrah dan sebagainya."
Yang
terpenting untuk selalu di ingat dan diperhatikan adalah bahwa malam
ini adalah malam yang penuh dengan keutamaan, kedudukannya sangat mulia
di sisi Tuhan, dimana seorang Muslim dianjurkan untuk mengisinya dengan
ibadah dan memperbanyak do'a terutama do'a yang terdapat dalam hadis
Aisyah RA: "Aku (Aisyah) berkata": "Wahai Rasulullah beritahukanlah
kepadaku, apabila datang malam lailatul Qadar, do'a apakah yang harus
aku baca?" Bersabda Rasulullah "bacalah: "Ya Allah, engkau adalah dzat
yag maha pemaaf, maka maafkanlah semua dosa dan salahku"
Dari
Abi Hurairah ra, bahwasanya Nabi berkata: "Barang siapa yang bangun
untuk beribadah pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan
mawas diri, maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu" Maka
ibadah yang ia lakukan pada malam itu sama pahalanya dengan ibadah
seribu bulan, dan do 'a yang paling utama bagi seorang hamba pada malam
itu adalah memohon ampunan dan maaf dari Allah Tuhan seru sekalian alam.
Imam
Sowiy berkata dalam tafsirnya: "Dan do'a yang paling utama pada malam
itu adalah memohon ampunan, maaf dan kesehatan kepada Tuhannya." Dan
bagi orang yang membagi waktunya dalam sepanjang malam tersebut untuk
memilih dan memilah bacaan yang banyak pahalanya, seperti Ayat kursi,
ayat-ayat terakhir dari surat Al-Baqarah, surat Al-Ikhlas, memperbanyak
istigfar dan shadaqoh, dan disebutkan: "Barang siapa yang shalat Magrib
dan Isya berjama 'ah maka akan mendapatkan pahala seperti pahala
Lailatul Qadar.
Sebagian
ulama ada yang berpendapat bahwa orang yang mengerjakan shalat Isya
berjama'ah maka ia dianggap telah mendirikan shalat malam, dan barang
siapa yang mengerjakan shalat Subuh berjamaah maka ia seakan-akan
mendapatkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
Dan
barang siapa yang mengucapkan "laa ila ha illa Allah al Halim Al Karim
subhanallah rabbu as Samawati as Sab'I wa Rabbu Al 'arsyi Al 'adzim"
sebanyak tiga kali maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang
mendapatkan pahala Lailatul Qadar. Beribadah dan mengisi setiap malamnya
dengan hati yang tulus, niat yang ikhlas, menyerahkan diri kepada Tuhan
secara lahir dan batin, karena Allah akan menerima ibadah orang-orang
yang bertakwa.
Malam
Lailatul Qadar adalah malam yang ditunggu dan diharapkan kedatangannya
dimana semua do'a akan diterima, dimana para maikat diturunkan ke bumi,
dimana pintu rahmat dibukakan bagi mereka yang beriman dan beramal
shaleh. Maka berbahagialah orang-orang yang dapat mensucikan dirinya
dari rasa dengki dan menenggelamkan diri dalam shalat, shalawat, dalam
dzikir dan do'a, memperbanyak membaca Al-Quran, dan memohon ampunan pada
dzat yang maha pengampun.
Dari
Anas ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Apabila datang Lalilatul
Qadar, turunlah Jibril dalam barisan para malaikat, mereka mengucapkan
salawat dan salam kepada hamba Tuhan (baik yang duduk maupun berdiri)
yang selalu berdzikir kepada Tuhannya.
Lailatul
Qadar adalah hadiah yang Tuhan berikan untuk hambanya yang Mukmin, dan
hanya orang memperbanyak taubat, dzikir dan do'a lah yang akan
mendapatkannya.
والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer