Hijab dan Budaya
- ..
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ
Hijab adalah istilah untuk pakaian wanita sejenis baju kurung yang menutupi seluruh
tubuh terkecuali wajah dan telapak tangan. Hijab juga disinggung dalam
Al-Qur'an, yaitu dalam Surat al-Ahzaab ayat 59, artinya : Wahai Nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu dan kepada anak-anak perempuanmu serta kepada
isteri-isteri orang-orang mu'min : "hendaklah mereka mengulurkan
jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu".
Termasuk ajaran agama dan etika Islam adalah berpakaian
islami. Cara berpakaian seorang wanita terbagi dalam berbagai kondisi, yaitu
ketika sholat, ketika ihram, dan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sholat
seorang wanita harus menutupi seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak
tangan, demikian juga ketika dalam keadaan Ihram, hanya disini diwajibkan
kepadanya untuk tidak menutup muka dan kedua telapak tangannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat publik,
menurut Jumhur (mayoritas) ulama (Hanafi, Maliki dan Syafi'i) wanita wajib
menutup seluruh badannya kecuali muka dan kedua telapak tangan. Pendapat ini
dilandaskan kepada Al-Qur'an surat an-Nur ayat 31 : "Dan hendaknya mereka
(kaum muslimat) menurunkan kerudung mereka hingga menutupi kerah baju mereka ke
dadanya". Ayat ini menunjukkan kewajiban menutup kepala, kecuali dalam
lingkungan keluarganya sendiri. Ayat ini diperkuat oleh sebuah hadits riwayat
Abu Dawud: Nabi berkata kepada Asma (puri Sahabat Abu Bakar) "Hai Asma,
kalau wanita telah kedatangan haid (telah masuk masa haid), maka tidaklah layak
dirinya untuk dilihat, kecuali ini dan ini", sembari menunjuk muka dan
kedua telapak tangan.
Hanya mazhab Hanbaliyah mengatakan bahwa wanita harus menutup
seluruh badannya di depan publik.
Jadi berpakaian Islami dalam ajaran agama Islam adalah
setingkat lebih khusus dibandingkan dengan hanya sekedar berpakaian dan mempunyai
muatan etis agamis tersendiri. Dengan demikian berpakaian islami sesuai aturan
Al-Qur'an dan hadits lebih merupakan ajaran agama, daripada sekedar bias budaya
ataupun iklim. Dalam kata lain, menutup kepala bagi seorang muslimah merupakan
ajaran dan etika agama, sedangkan menghindari image negatif di mata publik atau
menghindari fitnah dan keinginan tidak baik laki-laki adalah hikmah atau
manfaat dari cara berpakaian islami itu sendiri.
Permasalahan agama bisa menjadi rumit dan komplek kalau kita
mengkaitkan ajaran agama dengan pengaruh budaya dan iklim, karena pada ujungnya
kita akan terseret kepada ketentuan yang serba tidak jelas. Sebuah ilustrasi
mungkin di sini bisa dikemukakan: masyarakat suku Asmat di Irian, sesuai budaya
mereka, berpakaian etis mungkin hanya cukup menutup bagian minim dari tubuh,
baik untuk wanita maupun laki-laki. Begitu juga ukuran yang tidak menyebabkan
fitnah dalam budaya mereka juga cukup demikian. Seandainya kita mengkaitkan
ajaran agama Islam dengan budaya dan iklim, tentu kita akan bisa berpendapat
bahwa untuk muslimah Asmat dalam berpakaian boleh saja seperti itu karena
alasan budaya dan iklim. Tentu ini kurang tepat menurut logika keagamaan kita.
Kalau permasalahannya adalah rambut rontok, gatal-gatal, bau
badan dll, tentu tidak bisa digunakan sebagai ukuran dalam agama, karena itu
semua lebih bersifat personal dan berbeda dari satu orang ke orang yang lain.
Begitu juga masalah rasa kurang praktis dalam berhijab, itu sangat
kondisional. Adapun Iman dan taqwa seseorang, tentu tergantung kepada sejauh
mana seseorang menegakkan ajaran agamanya.
Satu hal yang patut kita garis bawahi dalam masalah busana
muslimah, khususnya bagi mereka yang hidup di masyarakat yang sekuler adalah
membedakan antara esensi ajaran agama dan realitas kehidupan yang kita hadapi.
Dalil dan ajaran yang mewajibkan berpakaian sesuai dengan Al-Qur'an dan hadits,
sudah cukup jelas maksudnya. Itulah ajaran agama kita yang harus kita
laksanakan. Dan kita harus tanamkan dalam hati kita bahwa itulah tanggung jawab
kita untuk menegakkannya, dimulai dari diri kita. Namun, terkadang kondisi
sosial, lingkungan kerja, tuntutan karier, dll. yang menyebabkan seorang
muslimah tidak atau belum mampu melaksanakan ajaran berbusana muslimah.
Bila seorang muslimah dalam kondisi demikian mampu untuk
berbusana muslimah, berhijab dengan konsisten, tentu ini adalah hal terpuji
menurut agama. Akan tetapi bila kondisi-kondisi tadi masih belum atau tidak
memungkinkannya untuk segera berbusana muslimah, hendaknya seorang muslimah
tetap menanamkan dalam hatinya niat baik bahwa suatu saat ia akan segera
berbusana muslimah manakala situasi dan kondisi telah memungkinkannya. Karena
itulah sebenarnya ajaran agama kita.
والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
I'm Moslem and I'm Proud
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer