بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ
Dalam
perspektif hukum fiqih yang ditelah dijtihadkan oleh para ulama,
sebenarnya tidak semua talak itu hukumnya halal. Ada banyak juga kondisi
dimana talak itu hukumnya justru haram. Setidaknya, Islam melarang
perbuatan talak, kalau tidak benar-benar memenuhi syarat dan
ketentuannya. Ini perlu kita catat dengan baik.
Meski ada peluang
untuk melakukan talak, namun pada hakikatnya syariat Islam telah
meletakkan beberapa ikatan yang membendung jalan yang akan membawa
kepada perceraian, sehingga terbatas dalam lingkaran yang sangat sempit.
Talak bukanlah perbuatan yang boleh dikerjakan begitu saja. Sebab
perbuatan itu adalah perkara halal namun dibenci Allah. Seolah ada kesan
ingin mengharamkannya, namun masih tetap dibolehkan dengan catatan ada
tingkat keperluan yang sulit dihindari.
Di antara hal-hal yang mempersempit kesempatan untuk melakukan talak adalah sebagai berikut :
1. Diharamkan Talak Tanpa Alasan Kuat
Talak yang dijatuhkan tanpa suatu alasan yang kuat adalah talak yang
diharamkan dalam Islam. Dasar larangan ini adalah hadits nabi SAW :
Tidak boleh membuat bahaya dan membalas bahaya. (Riwayat Ibnu Majah dan Thabarani dan lain-lain)
Adapun apa yang diperbuat oleh orang-orang yang suka berselera
dan suka mencerai isteri, adalah satu hal yang samasekali tidak
dibenarkan Allah dan Rasul-Nya.
Aku tidak suka kepada laki-laki yang suka kawin cerai dan perempuan yang suka kawin cerai. (HR. Thabarani dan Daraquthni)
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada laki-laki yang suka kawin cerai dan perempuan-perempuan yang suka kawin cerai. (HR. Thabarani)
Abdullah bin Abbas juga berkata: Talak itu hanya dibenarkan karena suatu kepentingan.
2. Haram Mentalak Waktu Istri Sedang Haidh
Apabila ada keperluan dan kepentingan yang membolehkan talak, tidak
berarti seorang muslim diperkenankan untuk segera menjatuhkan talaknya
kapan pun ia suka, tetapi harus dipilihnya waktu yang tepat.
Sedang waktu yang tepat itu (menurut yang digariskan oleh syariat) yaitu sewaktu si perempuan dalam keadaan bersih, yakni tidak datang
bulan, baru saja melahirkan anak (nifas) dan tidak sehabis disetubuhinya
khusus waktu bersih itu, kecuali apabila si perempuan tersebut jelas
dalam keadaan mengandung.
Karena dalam keadaan haidh, termasuk juga nifas, mengharuskan seorang
suami untuk menjauhi isterinya. Barangkali karena terhalangnya atau
ketegangan alat vitalnya itu yang mendorong untuk mentalak.
Oleh karena itu si suami diperintahkan supaya menangguhkan sampai
selesai haidhnya itu kemudian bersuci, kemudian dia boleh menjatuhkan
talaknya sebelum si isteri itu disetubuhinya.
3. Haram Mentalak Waktu Istri Sedang Suci Pasca Bersetubuh
Sebagaimana diharamkannya mencerai isteri di waktu haidh, begitu juga
diharamkan mencerai di waktu suci sesudah bersetubuh. Sebab siapa tahu
barangkali istri itu memperoleh benih dari suaminya pada kali ini, dan
barangkali juga kalau si suami setelah mengetahui bahwa isterinya hamil
kemudian dia akan merubah niatnya, dan dia dapat hidup senang bersama
isteri karena ada janin yang dikandungnya.
Tetapi bila istri dalam keadaan suci yang tidak disetubuhi atau sudah
jelas hamil, maka jelas di sini bahwa yang mendorong untuk bercerai
adalah karena ada alasan yang bisa dibenarkan. Oleh karena itu di saat
yang demikian dia tidak berdosa mencerainya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dikisahkan, bahwa
Abdullah bin Umar Ibnul-Khattab pernah mencerai isterinya waktu haidh.
Kejadian ini sewaktu Rasulullah SAW masih hidup. Maka bertanyalah Umar
kepada Rasulullah SAW, maka jawab Nabi SAW kepada Umar:
`Suruhlah dia (Abdullah bin Umar)
supaya kembali, kemudian jika dia mau, cerailah sedang isterinya itu
dalam keadaan suci sebelum disetubuhinya. Itulah yang disebut mencerai
pada iddah, sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam firmanNya:
Hai Nabi! Apabila kamu hendak
mencerai isterimu, maka cerailah dia pada iddahnya. Yakni menghadapi
iddah, yaitu di dalam keadaan suci.`
Di satu riwayat disebutkan:
Perintahlah dia (Abdullah bin Umar) supaya kembali, kemudian cerailah dia dalam keadaan suci atau mengandung.` (HR. Bukhari)
Akan tetapi apakah talak semacam itu dipandang sah dan harus dilaksanakan atau tidak?
Pendapat yang masyhur, bahwa talak semacam itu tetap sah, tetapi si pelakunya berdosa.
Sementara ahli fiqih berpendapat tidak sah, sebab talak semacam itu
sama sekali tidak menurut aturan syara` dan tidak dibenarkan. Oleh karena
itu bagaimana mungkin dapat dikatakan berlaku dan sah?
Diriwayatkan:
Sesungguhnya Ibnu Umar pernah
ditanya: bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki yang mencerai
isterinya waktu haidh? Maka ia menceriterakan kepada si penanya tentang
kisahnya ketika ia mencerai isterinya waktu haidh, dan Rasulullah SAW
mengembalikan isterinya itu kepadanya sedang Rasulullah tidak
menganggapnya sedikitpun.` (HR. Abu Daud)
4. Bersumpah Untuk Mencerai Hukumnya Haram
Seorang muslim tidak dibenarkan menjadikan talak sebagai sumpah untuk
mengerjakan ini atau meninggalkan itu, atau untuk mengancam isterinya.
Misalnya ia berkata kepada isterinya: `Apabila dia berbuat begitu, maka
ia tertalak.`
Sumpah dalam Islam mempunyai redaksi khusus, tidak boleh lain, yaitu
bersumpah dengan nama Allah: Demi Allah. Sebab Rasulullah SAW pernah
bersabda:
`Barangsiapa bersumpah dengan selain asma` Allah, maka sungguh ia berbuat syirik.` (HR. Abu Daud, Tarmizi dan Hakim)
Dan sabdanya pula:
Barangsiapa bersumpah, maka bersumpahlah dengan nama Allah atau diam.` (HR. Muslim)
5. Talak Harus Dijatuhkan Bertahap
Islam memberikan kepada seorang muslim tiga talak untuk tiga kali,
dengan suatu syarat tiap kali talak dijatuhkan pada waktu suci, dan
tidak disetubuhinya. Kemudian ditinggalkannya isterinya itu sehingga
habis iddah.
Kalau tampak ada keinginan merujuk sewaktu masih dalan iddah, maka
dia boleh merujuknya. Dan seandainya dia tetap tidak merujuknya sehingga
habis iddah, dia masih bisa untuk kembali kepada isterinya itu dengan
aqad baru lagi. Dan kalau dia tidak lagi berhasrat untuk kembali, maka
si perempuan tersebut diperkenankan kawin dengan orang lain.
Kalau saumi tersebut kembali kepada isterinya sesudah talak satu,
tetapi tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan jatuhnya talak
yang kedua, sedang jalan-jalan untuk menjernihkan cuaca sudah tidak
lagi berdaya, maka dia boleh menjatuhkan talaknya yang kedua, dengan
syarat seperti yang kami sebutkan di atas; dan dia diperkenankan merujuk
tanpa aqad baru (karena masih dalam iddah) atau dengan aqad baru
(karena sesudah habis iddah).
Dan kalau dia kembali lagi dan dicerai lagi untuk ketiga kalinya,
maka ini merupakan suatu bukti nyata, bahwa perceraian antara keduanya
itu harus dikukuhkan, sebab persesuaian antara keduanya sudah tidak
mungkin. Oleh karena itu dia tidak boleh kembali lagi, dan istri pun
sudah tidak lagi halal buat si laki-laki tersebut, sampai dia kawin
dengan orang lain secara syar`i. Bukan sekedar menghalalkan si perempuan
untuk suaminya yang pertama tadi.
Dari sini kita tahu, bahwa menjatuhkan talak tiga dengan satu kali
ucapan, berarti menentang Allah dan menyimpang dari tuntunan Islam yang
lurus.
Tepatlah apa yang diriwayatkan, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW
pernah diberitahu tentang seorang laki-laki yang mencerai isterinya tiga
talak sekaligus. Kemudian Rasulullah berdiri dan marah, sambil
bersabda:
Apakah dia mau mempermainkan
kitabullah, sedang saya berada di tengah-tengah kamu? Sehingga
berdirilah seorang laki-laki lain, kemudian dia berkata: Ya Rasulullah!
apakah tidak saya bunuh saja orang itu!` (HR. An-Nasa`i)
6. Kembali dengan Baik atau Melepas dengan Baik
Kalau seorang suami mencerai isterinya dan iddahnya sudah hampir habis, maka suami boleh memilih satu di antara dua:
Mungkin dia merujuk dengan cara yang baik; yaitu dengan maksud baik dan untuk memperbaiki, bukan dengan maksud membuat bahaya.
Mungkin dia akan melepasnya dengan cara yang baik pula; yaitu
dibiarkanlah dia sampai habis iddahnya dan sempurnalah perpisahan antara
keduanya itu tanpa suatu gangguan dan tanpa diabaikannya haknya
masing-masing.
Tidak dihalalkan seorang laki-laki merujuk isterinya sebelum habis
iddah dengan maksud jahat yaitu guna memperpanjang masa iddah; dan
supaya bekas isterinya itu tidak kawin dalam waktu cukup lama. Begitulah
apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah dulu.
Perbuatan jahat ini diharamkan Allah dalam kitab-Nya dengan suatu
uslub (gaya bahasa) yang cukup menggetarkan dada dan mendebarkan
jantung. Maka berfirmanlah Allah:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ
النَّسَاء فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ
سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلاَ تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَاراً لَّتَعْتَدُواْ
وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَلاَ تَتَّخِذُوَاْ آيَاتِ
اللّهِ هُزُواً وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنزَلَ
عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُم بِهِ وَاتَّقُواْ
اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Apabila kamu mencerai isterimu,
kemudian telah sampai pada batasnya, maka rujuklah mereka itu dengan
baik atau kamu lepas dengan baik pula; jangan kamu rujuk dia dengan
maksud untuk menyusahkan lantaran kamu akan melanggar. Barangsiapa
berbuat demikian, maka sungguh dia telah berbuat zalim pada dinnya
sendiri. Dan jangan kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai permainan; dan
ingatlah akan nikmat Allah yang diberikan kepadamu dan apa yang Allah
turunkan kepadamu daripada kitab dan kebijaksanaan yang dengan itu Dia
menasehati kamu. Takutlah kepada Allah; dan ketahuilah, bahwa
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 231)
Dengan memperhatikan ayat ini, maka kita dapati di dalamnya
mengandung tujuh butir yang antara lain berisikan ultimatum, peringatan
dan ancaman. Kiranya cukup merupakan peringatan bagi orang yang berjiwa
dan mau mendengarkan.
Demikian sedikit ulasan tentang talak yang tidak sepenuhnya halal,
tetapi banyak juga jenis talak yang hukumnya diharamkan. Semoga
bermanfaat.
والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ