Hukuman Rajam dan Cambuk Bagi Pelaku Zina, Serta Syarat Sah Diterapkannya Hukum Rajam
- ..
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ
Hukuman buat orang yang berzina adalah rajam, yaitu hukuman mati dengan cara dilempari batu. Namun walaupun demikian, perlu diketahui bahwa rajam bukan
satu-satunya hukuman. Selain rajam, juga ada hukuman cambuk 100 kali
buat pezina. Bahkan hukum cambuk malah didasari langsung dengan ayat
Al-Quran :
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ
جَلْدَةٍ وَلاَ تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن
كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ
عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
Wanita dan laki-laki yang berzina
maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan
kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2).
Sedangkan dasar masyru'iyah rajam kita dapati pada hadits Nabi :
وَاغْدُ يَا أُنَيْس عَلىَ امْرَأَةِ هَذَا فَإِنِ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا
Wahai Unais, datangi wanita itu dan bila dia mengaku zina maka rajamlah.
Lalu kapan orang yang berzina itu dihukum rajam dan kapan dihukum cambuk?
Rajam adalah hukuman khusus buat orang yang berzina dengan status muhshan, yaitu sudah menikah. Sedangkan cambuk 100 kali adalah hukuman buat yang belum menikah.
Baik rajam atau pun cambuk 100 kali, sama-sama disepakati oleh para ulama sebagai hukum hudud, yaitu hukuman yang cara dan bentuknya 100% ditetapkan oleh Allah SWT secara langsung.
Syarat Diterapkannya Hukum Rajam
Orang yang terlanjur berzina, dia harus menjalani
hukuman sesuai dengan ketentuan dari Allah SWT, yaitu dihukum rajam atau
cambuk. Namun untuk menjalankan hukum rajam dan cambuk itu,
Allah SWT. juga telah mengatur dan membuat syarat serta ketetapan yang
wajib dilaksanakan. Salah satunya adalah mengharuskan hakim untuk
menghindari keduanya, selama masih ada syubuhat. Rasulullah SAW bersabda
:
اِدْرَؤُوا الحُدُودَ باِلشُّبُهَاتِ
Hindarilah hukum hudud dengan masih adanya syubuhat.
Ada beberapa syarat untuk dapat menerapkan hukum rajam dan hukum-hukum hudud lainnya, antara lain :
1. Wilayah Hukum Resmi
Hukum rajam dan hukum-hukum syariah lainnya harus diberlakukan secara
resmi terlebih dahulu sebuah wilayah hukum yang resmi menjalankan hukum
Islam.
Di dalam wilayah hukum itu harus ada masyarakat yang melek hukum
syariah, sadar, paham, mengerti dan tahu persis segala ketentuan dan
jenis hukuman yang berlaku. Ditambahkan lagi mereka setuju dan ridha
atas keberlakuan hukum itu.
2. Adanya Mahkamah Syar'iyah
Pelaksanaan hukum rajam itu hanya boleh dijalankan oleh perangkat
mahkamah syar'iyah yang resmi dan sah. Mahkamah ini hanya boleh dipimpin
oleh qadhi yang ahli di bidang syariah Islam. Qadhi ini harus ditunjuk
dan diangkat secara sah dan resmi oleh negara, bukan sekedar pemimpin
non formal.
3. Peristiwa Terjadi di Dalam Wilayah Hukum
Kasus zina dan kasus-kasus jarimah lainnya hanya bisa diproses
hukumnya bila kejadiannya terjadi di dalam wilayah hukum yang sudah
menerapkan syariah Islam di atas.
Sebagai ilustrasi, bila ada orang Saudi berzina di Indonesia, tidak
bisa diproses hukumnya di wilayah hukum Kerajaan Saudi Arabia. Dan
sebaliknya, meski berkebangsaan Indonesia, tetapi kalau berzina di
wilayah hukum Kerajaan Saudi Arabia, harus dijatuhi hukum rajam.
4. Terpenuhi Semua Syarat Bagi Pelaku Zina
Tidak semua pelaku zina bisa dijatuhi hukum rajam.
Setidaknya-tidaknya dia harus seorang muhshan yang memenuhi
syarat-syarat berikut, yaitu beragama Islam, usianya sudah mencapai usia
baligh, sehat akalnya alias berakal, berstatus orang merdeka dan bukan
budak, iffah dan sudah menikah (tazwij).
Bila salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka hukum rajam
batal demi hukum, tidak bisa dilaksanakan, malah hukumnya terlarang
berdasarkan syariat Islam.
5. Kesaksian 4 Orang Atau Pengakuan Sendiri
Untuk bisa diproses di dalam mahkamah syar'iyah, kasus zina itu harus
diajukan ke meja hijau. Hanya ada dua pintu, yaitu lewat kesaksian dan
pengakuan diri sendiri pelaku zina.
Bila lewat kesaksian, syaratnya para saksi itu harus minimal
berjumlah 4 orang, semuanya laki-laki, akil, baligh, beragama Islam, dan
semuanya melihat langsung peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke
dalam kemaluan perempuan yang berzina, secara langsung dan bukan dengan
rekaman, di waktu yang bersamaan. Saking susahnya syarat kesaksian ini, maka dalam kenyataannya
Rasulullah SAW sendiri belum pernah menjatuhkan hukum rajam pada
kasus-kasus zina yang didasarkan pada kesaksian orang lain. Selama tiga
kali kasus pezina dijatuhi hukuman rajam, semuanya didasarkan hanya pada
pengakuan yang bersangkutan.
Maka kalau kita simpulkan, betapa sulitnya penerapan hukum rajam ini,
bahkan Rasulullah SAW tidak bisa menerapkan hukuman ini seenaknya saja.
Beliau pernah menolak wanita yang menyerahkan dirinya untuk dirajam,
lantaran masih banyak syarat yang tidak terpenuhi.
Apakah Rajam Menjadi Syarat Diterimanya Taubat?
Maka kalau rajam ini dijadikan syarat diterimanya taubat, rasanya agak berlebihan. Agak
kurang tepat kalau dikatakan bahwa dilaksanakannya hukuman ini menjadi syarat diampuninya dosa. Masalahnya meski yang berzina rela
dirajam, belum tentu hukum rajamnya bisa diterapkan. Lantas apakah pelaku zina itu jadi tidak bisa diterima taubatnya, cuma
gara-gara secara prosedur tidak dimungkinkan pelaksanaan hukuman rajam?
Jawabannya
tentu tidak. Urusan ampunan itu tidak ada kaitannya langsung dengan
pelaksanaan hukum rajam. Urusan ampunan itu ditentukan dari apakah
pelakunya bertaubat atau tidak.
Jadi walaupun seorang pezina
dijatuhi hukum rajam, tetapi bila di dalam dirinya sendiri dia tidak
bertaubat, maka tidak akan diampuni. Sebaliknya, meski tidak diterapkan
hukum rajam dengan berbagai problematikanya, asalkan seorang pezina
sudah bertaubat, tentu Allah SWT. Maha Pengampun. Kita tidak bilang pasti
diterima taubatnya, namun kita tahu Allah SWT. Maha Penerima taubat.
Tentu
kita tetap wajib menegakkan hukum syariat, termasuk di dalamnya hukum
rajam. Namun langkahnya harus runtut, yaitu mulai dari pendidikan hukum
Islam di semua lini kehidupan. Kalau bangsa ini bisa kita cerdaskan,
sehingga melek hukum syariah, amatlah mudah mendirikan wilayah hukum
yang secara resmi menerapkan hukum Islam.
والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
I'm Moslem and I'm Proud
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Hukuman bagi pezina menurut Al Qur'an, Surat An Nur ayat 2 adalah dicambuk dengan cambuk kulit sebanyak 100 kali, bukan dirajam. Hukuman cambuk tidak akan sampai mematikan. Disaksikan oleh khalayak sehingga berfungsi juga sebagai sanksi sosial. Pelaku yang baru “diduga” berzina tidak dapat dijatuhi hukuman sebelum terbukti. Pembuktiannya melalui 4 orang saksi yang menyaksikan “masuknya manuk ke dalam sarang” alias pezina tersebut tertangkap tangan oleh 4 orang saksi.
Di masa Rasulullah ada seorang yg beragama yahudi, pemegang kitab Taurat, mengaku telah berzina dan dia minta diadili. Oleh Rasulullah ditawarkan memeluk agama Islam agar bisa dihukum cambuk menurut Hukum Al Qur'an dan bukan dirajam menurut hukum Taurat. tapi ybs menolak dan minta dihukum menurut Kitab Taurat karena dia beragama Yahudi.
Hukuman rajam adalah dilempari bagi sampai ajal (stoning to death). Kitab Taurat yang ada dimasa Rasulullah, memuat hukuman rajam bagi pezina. Umat Yahudi di Madinah menggunakan Kitab Taurat dan umat Nasrani menggunakan kitab Injil dan Taurat. Kemudian atas permintaan ybs sendiri, dilaksanakanlah hukum rajam atas orang tersebut.
Saya izin menshare