Hukum Suntik saat Puasa



بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم 
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ 
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ


Suntik atau injeksi termasuk juga infus, dalam dunia medis dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu suntik yang murni ditujukan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh manusia dan suntik yang ditujukan untuk menguatkan badan atau terkadang sebagai pengganti makanan.

Suntik atau infus yang ditujukan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh manusia, disepakati para ulama kontemporer, hukumnya tidak membatalkan puasa. Pendapat ini juga diikuti oleh Lembaga Majma’ Fiqh di Saudi Arabia. Alasannya, karena pada dasarnya puasa adalah sah hingga ada alasan kuat yang membatalkannya. Suntik tersebut tidak termasuk makan dan minum dan juga tidak mempunyai tujuan yang sama dengan makan dan minum, maka tidak bisa dianggap sama dengan makan dan minum sehingga membatalkan puasa.

Adapun suntik atau infus jenis kedua, yaitu yang ditujukan untuk menguatkan badan atau sebagai pengganti makan saat pasien tidak diperkenankan mengkonsumsi makanan, para ulama kontemporer berbeda pendapat mengenai hukumnya apakah membatalkan puasa atau tidak?

Pendapat pertama, tarmasuk yang diikuti oleh oleh Lembaga Majma’ Fiqh di Saudi Arabia, bahwa suntik seperti itu membatalkan puasa. Alasannya, bahwa suntik seperti itu mempunyai kemiripan dengan makan dan minum dan mempunyai tujuan yang sama dengan makan dan minum. Orang yang menjalani suntik atau infus seperti itu bahkan kuat tanpa makan dan minum.

Pendapat kedua, suntik seperti itu juga tidak membatalkan puasa. Pendapat ini diikuti Syeh Muhammad Bakhit, Syeh Muhammad Shaltut dan Syeh Sayyid Sabiq. Alasannya bahwa suntik seperti itu tidak memasukkan sesuatu ke dalam lambung manusia. Memasukkan sesuatu ke dalam lambung yang diangggap membatalkan puasa.

Titik perbedaan kedua pendapat adalah pada apakah yang dianggap membatalkan puasa itu masuknya sesuatu ke dalam lambung manusia, ataukah ketika masuknya suatu zat yang menyebabkan manusia menjadi kuat seperti makan, minum dan zat lainnya. Mayoritas ulama melihat bahwa sesuai tujuan syariat maka suntikan yang ditujukan untuk memperkuat badan atau sebagai pengganti makan minum dianggap membatalkan puasa.

Hukum suntik juga berlaku untuk obat tetes mata dan tetes kuping. Apakah obat tetes mata atau kuping membatalkan puasa atau tidak. Pendapat yang mengatakan bahwa mata dan kuping mempunyai saluran ke lambung mengatakan itu membatalkan puasa. Pendapat kedua mengatakan bahwa cairan dari mata atau kuping yang masuk ke lambung dapat dibilang sangat sedikit sehingga tidak membatalkan puasa. Mayoritas ulama mengatakan tetes mata tidak membatalkan karena dianggap sangat sedikit sehingga termasuk perkara yang diampuni.

Adapun obat yang dimasukkan ke hidung seperti semprot hidung, mayoritas ulama mengatakan bahwa hidung mempunyai saluran langsung ke organ pencernaan. Sesuatu yang masuk melalui hidung bisa langsung lambung, maka obat yang dimasukkan melalui hidung yang berbentuk cair atau pada dianggap membatalkan puasa. Hal itu sesuai hadits yang berbunyi “Kuatkanlah dalam membersihkan hidung saat wudlu, kecuali kalau dalam keadaan puasa” (Abu Dawud). Larangan memperkuat memasukkan air ke hidung saat puasa tersebut jelas menunjukkan bahwa masuknnya sesuatu melalui hidung membatalkan puasa. Syah Hisyam al-Khoyyath dan Syeh ‘Ajil Nasyami mengatakan obat semprot hidung dianggap tidak membatalkan puasa, karena tidak ditujukan untuk memasukkan sesuatu ke dalam organ pencernaan dan tidak menyerupai makan dan minum.

والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Hukum Berciuman Suami Istri Saat Puasa



بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم 
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ 
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ


Berciuman antara suami-istri di bulan Ramadan yang tidak sampai menggerakkan syahwat hukumnya boleh (misal pamitan pergi ke luar rumah seperti cium orang tua pada anaknya), namun bila sampai menggerakkan syahwat hukumnya makruh. Dalam sebuah hadis riwayat A'isyah berkata "Rasullullah SAW menciumnya dan menyentuhnya dalam keadaan puasa, namun Rasulullah adalah orang yang paling bisa mengendalikan nafsunya" (HR. Bukhari Muslim). Dalam riwayat lain Rasulullah melarang hal itu bagi yang berusia muda dan memperbolehkannya kepada yang sudah lanjut usia. (HR. Abu Dawud riwayat Abu Hurairah).

Demikian pula diperbolehkan tidur seranjang dengan istri asalkan tidak sampai kepada syahwat. Bila itu semua sudah mengarah kepada hubungan suami-isteri (ijma') maka hukumnya tentu saja diharamkan. Bukankah Allah telah memberikan waktu kepada kita untuk melakukannya secara lebih leluasa pada malam hari, seperti yang dijelaskan dalam ayat surah al-Baqarah ayat 187.

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam,(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangang Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa." (QS. 2 al-Baqarah: 187).

والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Sempatkan Diri untuk Beri'tikaf



بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم 
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ 
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ


Bulan Ramadhan memang sangat sayang jika berlalu begitu saja tanpa kita manfaatkan untuk menambah kualitas amal dan ibadah kita. Selain amalan berpuasa, seperti tarawih, berbuka, sahur, dan memberi buka puasa orang lain. Rasanya kurang afdhal, jika kita tidak lengkapi ibadah Ramadhan ini dengan melaksanakan i'tikaf.

I'tikaf adalah berdiam diri dimasjid untuk melakukan suatu amalan dengan niat i'tikaf dan tidak keluar dari masjid kecuali dengan sebab dan alasan yang mendesak. Amalan yang dilakukan selama i'tikaf adalah sebagaimana ibadah-ibadah lainnya seperti shalat lima waktu, shalat sunah, membaca al-Qur'an, berzikir, mendengarkan atau memberikan siraman ruhani, dan lain-lain.

I'tikaf dalam bulan Ramadhan dianjurkan khususnya pada waktu sepuluh akhir dari penghujung bulan puasa. Yaitu malam ke 21 sampai dengan 30 Ramadhan. Hal ini berdasarkan hadits nabi Muhammad SAW yang menerangkan bahwa beliau ketika Ramadhan telah memasuki malam ke 21, membangunkan keluarganya (istri-istrinya) untuk bangun malam dan beliau menguatkan tali sarungnya untuk melaksanakan I'tikaf pada malam-malam tersebut. Menguatkan tali sarungnya mengindikasikan kesiapan yang maksimal untuk menyongsong ibadah pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan.

Tentu dalam I'tikaf ini terdapat adab dan etika yang harus diperhatikan. Mengingat biasanya itikaf dilakukan oleh banyak orang, maka yang terpenting dari etika ini adalah menjaga kebersihan masjid. Harus diciptakan kesadaran antar mereka yang beri'tikaf budaya tertib dan bersih, khususnya dari merapihkan tempat tidur mereka, sisa makan sahur dan berbuka juga dari peletakkan pakaian yang kotor. Sehingga jangan sampai masjid ketika musim I'tikaf tiba, berubah bentuk dan baunya menjadi tidak karuan. Maka seyogyanya dalam setiap masjid yang menyelenggarakan I'tikaf harus dibentuk panitia yang mengatur segalanya termasuk dari aspek kebersihan masjid tersebut.

Di samping adab ibadah yang harus dikerjakan oleh yang beri'tikaf seperti meluruskan niat I'tikaf semata untuk ibadah, menjaga amalan-amalan wajib dan sunnah selama I'tifaf, menghindari pembicaraan yang kurang bermanfaat, menghatamkan al-Qur'an, mentadaburi kandungan al-Qur'an, mengaji masalah-masalah keagamaan seperti fiqh, hadits dan tafsir, tidak keluar masjid kecuali ada kepentingan yang mendesak, membiasakan membaca zikir waktu pagi dan petang, tidak membuang waktu dengan melakukan hal yang dapat mengganggu kekhusu'an ibadah, seperti terlalu sering menelpon teman, membuka internet bagi yang membawa laptop atau handphone yang terkoneksi internet (seperti facebook, email dan web site), dan bagi yang menyertakan anak kecil agar dibimbing untuk tidak membuat keributan di dalam masjid sehingga mengganggu kekhusu'an ibadah orang lain.

I'tikaf sekalipun ibadah ini adalah sunnah, akan tetapi jika dilakukan dengan baik dan sesuai dengan etika dan adab yang benar, maka akan dapat memberikan banyak khasiat bagi yang melakukannya. I'tikaf di hari kesepuluh terakhir bulan puasa, ibarat sekolahan ruhaniyah bagi kita yang menginginkan kesempurnaan berpuasa. Dengan program acara I'tikaf yang terusun rapih dan terencana dengan menggabungkan aspek pendidikan ruhani, jasmani, dan fikri, akan memberikan perubahan yang positif kepada kita sekeluarnya kita dari bulan Ramadhan.

Maka sungguh beruntung bagi mereka yang diberikan kesempatan untuk melaksanakan sunnah I'tikaf ini secara ikhlas. Dan bagi mereka yang super sibuk, tentu I'tikaf ini bisa saja dilakukan dengan sesekali saja, ataupun tidak harus sebanyak sepuluh hari. Sebab pada dasarnya itikaf di Masjid itu bisa dilakukan sekalipun hanya sebentar saja, yang terpenting adalah niat kita untuk beri'tikaf dalam hati. Contohnya ketika kita hendak melaksanakan shalat wajib berjama'ah, lalu ketika memasuki masjid kita memulai niat I'tikaf, selepas shalat kita berzikir dan membaca al-Qur'an setelah itu kita keluar untuk kembali kerja.

Dengan cara seperti ini kita sudah mendapatkan pahala I'tikaf sekalipun waktunya sangat singkat. Yang terpenting dari ibadah apapun adalah niatnya.Maka tentu tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak sempat mengamalkan sunnah i'tikaf, khususnya pada bulan Ramadhan yang agung ini.

والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Saat yang Tepat untuk Bertaubat




بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم 
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ 
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ


Bulan ramadhan dalam arti yang lain disebut pula dengan bulan taubat. Artinya pada bulan ini Allah SWT membuka begitu banyak pintu taubat bagi hamba-hambanya yang berbuat dosa. Kita telah sama-sama ketahui bahwa tak ada manusia yang tidak berdosa. Dan hal ini pun telah diakui oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa setiap anak manusia pasti memiliki salah dan dosa. Namun sebaik-baiknya orang yang berdosa adalah mereka yang bersegera bertaubat meminta ampun kepadaAllah SWT.
Dalam hal yang terkait dengan kesalahan manusia ada yang berhubungan dengan Allah SWT saja, dan ada pula yang berhubungan dengan antar sesama manusia. Jika kesalahan ataupun pelanggaran yang terjadi pada hamba hanya berhubungan pada hak Allah semata, maka kunci taubat yang harus ia lakukan hanya dua hal, yang pertama ia harus meyesali perbuatannya itu dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi di kemudian hari. Yang kedua, memohon ampun kepada Allah dengan harapan dan keyakinan bahwa Allah akan mengampuni dosa dan kesalahannya tersebut.

Adapun jika kesalahan dan dosa yang dilakukan seseorang itu terjadi antara sesama manusia, seperti jika seseorang membicarakan kejelekan saudaranya dihadapan orang lain, atau mengambil milik/hak orang lain secara tidak sah, dan lain-lain, maka cara bertaubatnya adalah dengan dua cara yang disebut di atas, dan ditambah satu hal lagi, yaitu, ia harus meminta maaf kepada orang yang ia dzalimi secara langsung atau mengembalikan hak orang tersebut jika hal itu terkait dengan suatu barang atau benda.
 
Sungguh Allah SWT sangat senang melihat hamba-hamba-Nya yang bertaubat, bahkan dilukiskan dalam sebuah hadits, bahwa gambaran senangnya Allah SWT terhadap hamba-Nya yang hendak bertaubat dari perbuatan dosa yang dilakukannya. Ibarat seseorang yang dalam perjalanan jauh, yang ditemani oleh seekor unta, dimana di atas unta tersebut seluruh perlengkapan hidupnya ia letakkan. Seperti hartanya, tempat tidurnya, alat-alat masaknya, dan lain-lain. Tiba-tiba orang tersebut tertidur dan untanya lepas pergi entah kemana. Di saat orang tersebut terbangun, ia sudah tidak lagi menemukan untanya bersamanya lagi. Ia cari kesana-kemari selama berhari-hari, namun tidak ditemukannya juga. Akhirnya, karena begitu lelahnya ia pun akhirnya tertidur pulas. Dan bagitu ia bangun dari tidurnya, ia mendapatkan untanya sudah berada disampingnya kembali lengkap dengan yang dibawanya pertama kali.

Dalam hadits ini Rasulullah s.a.w. menggambarkan betapa bahagianya seorang musafir yang menemukan kembali untanya yang berhari-hari hilang. Akan tetapi Rasulullah langsung menjelaskan, bahwa bahagianya Allah SWT kepada hamba-Nya yang kembali bertaubat dari perbuatan dosanya, jauh lebih besar ketimbang kebahagiaan seorang musafir tadi yang mendapatkan untanya kembali kehadapannya. Subhanallah.

Setelah mendengar keterangan hadits ini, sesungguhnya apa lagi yang kita tunggu, kenapa kita tidak bersegera bertaubat kepada Allah SWT. Kepada siapa lagi kita tumpahkan segala kebodohan, kesalahan, dosa dan kealfaan kita, keculai kepada Zat yang Maha Mengetahui segala sesuatu dan Maha Menyimpan rahasia. Sesuai dengan firman Allah dalam surat al-maidah: 74.
"Tidaklah mereka itu segera bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya, sesungguhnya Allah maha pengampun dan maha penyayang".
 
Barangkali kita pernah merasa, apakah Allah SWT akan menerima taubat kita, yang memang sejak kecil hingga usia tua penuh dengan dosa, sering melanggar perintah dan petunjuk-Nya, bahkan menghina ajaran-ajaran-Nya.Yang pasti tidak ada kata terlambat untuk bertaubat, selama ruh (nyawa) belum sampai di tenggorokan, Allah SWT masih tetap menerima taubat hamba-Nya. Sebab Allah SWT, memperingati orang-orang yang memang dalam hidupnya telah melampaui batas dosa yang tak terkira, agar mereka tidak pernah berputus asa atas kucuran rahmat Allah SWT yang begitu luas, sebab sesungguhnya Allah maha menerima taubat atas dosa-dosa apapun (QS. al-Zumar: 53). Selain dosa menyekutukan Allah SWT
.
Maka dalam kesempatan bulan puasa ini, mari kita latih diri kita untuk berintrospeksi atas setiap kesalahan dan dosa yang pernah kita lakukan, dan sungguh waktu dan masa ini adalah yang paling tepat untuk meluapkan taubat kita kepada Allah SWT. Dan hendaknya kita tidak menunda-nunda taubat sampai tua nanti, sebab siapa yang tahu bahwa kita masih diberi kesempatan hidup oleh-Nya sampai hari esok?


Note : Bagi yang ingin bergabung dengan grup BBM Al Islam, silahkan invite Pin: 23864148



والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Penjelasan Mazhab



بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم 
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ 
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ


Kata-kata mazhab merupakan sighat isim makan darifi'il madli zahaba. Zahaba artinya pergi; oleh karena itu mazhab artinya : tempat pergi atau jalan. Kata-kata yang semakna ialah : maslak, thariiqah dan sabiil yang kesemuanya berarti jalan atau cara. Demikian pengertian mazhab menurut bahasa.
Pengertian mazhab menurut istilah dalam kalangan umat Islam ialah : "Sejumlah dari fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun lainnya."
Setiap mazhab punya guru dan tokoh-tokoh yang mengembangkannya. Biasanya mereka punya lembaga pendididikan yang mengajarkan ilmu-ilmu kepada ribuan muridnya. Berkembangnya suatu mazhan di sebuah wilayah sangat bergantung dari banyak hal. Salah satunya dari keberadaan pusat-pusat pengajaran mazhab itu sendiri.
Selain itu sedikit banyak dipengaruhi juga oleh mazhab yang dianut oleh penguasa, dimana penguasa biasanya mendirikan universitas keagamaan dan mengajarkan mazhab tertentu di dalamnya. Nanti para mahasiswa yang berdatangan dari berbagai penjuru dunia akan membuka perguruan tinggi dan akan menyebarkan mazhab trsebut di negeri masing-masing.
Bila pengelilaan perguruan itu berjalan baik dan berhasil, biasanya akan mempengaruhi ragam mazhab penduduk suatu negeri. Di Mesir misalnya, mazhab As-Syafi'i disana berhasil mengajarkan dan mendirikan perguruan tinggi, lalu punya banyakmurid diantaranya dair Indonesia. Maka di kemudian hari, mazhab As-Syafi;i pun berkembang banyak di Indonesia.

Sekilas tentang 4 Mazhab

1. Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah : Nu'man bin Tsabit bin Zautha. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi'i R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan : Abu Hanifah An Nu'man.
Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fiqh beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama Ttabi'in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi' Maula Ibnu Umar.
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama Irak (Ahlu Ra'yi). Maka disebut juga mazhab Ahlur Ra'yi masa Tsabi'it Tabi'in.


Dasar-dasar Mazhab Hanafi
Abu Hanifah dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari tujuh pokok, yaitu : Al Kitab, As Sunnah, Perkataan para Sahabat, Al Qiyas, Al Istihsan, Ijma' dan Uruf.



Murid-murid Abu Hanifah adalah sebagai berikut :
a.Abu Yusuf bin Ibrahim Al Anshari (113-183 H)
b.Zufar bin Hujail bin Qais al Kufi (110-158 H)
c.Muhammad bin Hasn bin Farqad as Syaibani (132-189 H)
d.Hasan bin Ziyad Al Lu'lu Al Kufi Maulana Al Anshari (....-204 H).



Daerah-daerah Penganut Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak),kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur. Dan sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Dan mazhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan,Pakistan,Turkistan,Muslimin India dan Tiongkok.


2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki adalah merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia. Nama lengkap dari pendiri mazhab ini ialah : Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 M = 712 M di Madinah. Selanjutnya dalam kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam dalam bidang hadits Rasulullah SAW.
Imam Malik belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi' Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi'ah bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam (tokoh) negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits.


Dasar-dasar Mazhab Maliki
Dasar-dasar mazhab Maliki diperinci dan diperjelas sampai tujuh belas pokok(dasar) yaitu :

  • Nashul Kitab
  • Dzaahirul Kitab (umum)
  • Dalilul Kitab (mafhum mukhalafah)
  • Mafhum muwafaqah
  • Tanbihul Kitab, terhadap illat
  • Nash-nash Sunnah
  • Dzahirus Sunnah
  • Dalilus Sunnah
  • Mafhum Sunnah
  • Tanbihus Sunnah
  • Ijma'
  • Qiyas
  • Amalu Ahlil Madinah
  • Qaul Shahabi
  • Istihsan
  • Muraa'atul Khilaaf
  • Saddud Dzaraa'i.

Sahabat-sahabat Imam Maliki dan Pengembangan Mazhabnya
Di antara ulama-ulama Mesir yang berkunjung ke Medinah dan belajar pada Imam Malik ialah :

  1. Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim.
  2. Abu Abdillah Abdur Rahman bin Qasim al Utaqy.
  3. Asyhab bin Abdul Aziz al Qaisi.
  4. Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam.
  5. Asbagh bin Farj al Umawi.
  6. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam.
  7. Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad al Iskandari.
Adapun ulama-ulama yang mengembangkan mazhab Maliki di Afrika dan Andalus ialah :
  1. Abu Abdillah Ziyad bin Abdur Rahman al Qurthubi.
  2. Isa bin Dinar al Andalusi.
  3. Yahya bin Yahya bin Katsir Al Laitsi.
  4. Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman As Sulami.
  5. Abdul Hasan Ali bin Ziyad At Tunisi.
  6. Asad bin Furat.
  7. Abdus Salam bin Said At Tanukhi.
Sedang Fuqaha-fuqaha Malikiyah yang terkenal sesudah generasi tersebut di atas adalah sebagai berikut :
  1. Abdul Walid al Baji
  2. Abdul Hasan Al Lakhami
  3. Ibnu Rusyd Al Kabir
  4. Ibnu Rusyd Al Hafiz
  5. Ibnu 'Arabi
  6. Ibnul Qasim bin Jizzi

Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Maliki.
Awal mulanya tersebar di daerah Medinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait.


3. Mazhab Syafi'i.

Mazhab ini dibangun oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'i seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Guzah (Siria) tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Mazhab yang pertama.
Guru Imam Syafi'i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Mekah. Imam Syafi'i sanggup hafal Al Qur-an pada usia sembilan tahun. Setelah beliau hafal Al Qur-an barulah mempelajari bahasa dan syi'ir, kemudian beliau mempelajari hadits dan fiqh.



Mazhab Syafi'i terdiri dari dua macam berdasarkan atas masa dan tempat beliau bermukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu hidup di Irak. Dan yang kedua ialah Qul Jadid, yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari Irak.

Keistimewaan Imam Syafi'i dibanding dengan Imam Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya ialah : Al-Um.


Dasar-dasar Mazhab Syafi'i
Dasar-dasar atau sumber hukum yang dipakai Imam Syafi'i dalam mengistinbat hukum sysra' adalah :

  1. Al Kitab.
  2. Sunnah Mutawatirah.
  3. Al Ijma'.
  4. Khabar Ahad.
  5. Al Qiyas.
  6. Al Istishab.
Sahabat-sahabat beliau yang berasal dari Irak antara lain :
  1. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid bin Yaman al-Kalabi al-Bagdadi.
  2. Ahmad bin Hanbal yang menjadi Imam Mazhab keeempat.
  3. Hasan bin Muhammad bin Shabah Az Za'farani al-Bagdadi.
  4. Abu Ali Al Husain bin Ali Al Karabisi.
  5. Ahmad bin Yahya bin Abdul Aziz al Bagdadi.
Adapun sahabat beliau dari Mesir :
  1. Yusuf bin Yahya al Buwaithi al Misri.
  2. Abu Ibrahim Ismail bin Yahya al Muzani al Misri.
  3. Rabi' bin Abdul Jabbar al Muradi.
  4. Harmalah bin Tahya bin Abdullah Attayibi
  5. Yunus bin Abdul A'la Asshodafi al Misri.
  6. Abu Bakar Muhammad bin Ahmad.

Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i sampai sekarang dianut oleh umat Islam di : Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo China, Sunni-Rusia dan Yaman.


4. Mazhab Hambali.
Pendiri Mazhab Hambali ialah : Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain : Siria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrsh. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadits dalam kitab Musnadnya.


Dasar-dasar Mazhabnya.
Adapun dasar-dasar mazhabnya dalam mengistinbatkan hukum adalah :

  1. Nash Al Qur-an atau nash hadits.
  2. Fatwa sebagian Sahabat.
  3. Pendapat sebagian Sahabat.
  4. Hadits Mursal atau Hadits Doif.
  5. Qiyas.
Dalam menjelaskan dasar-dasar fatwa Ahmad bin Hanbal ini didalam kitabnya I'laamul Muwaaqi'in.


Pengembang-pengembang Mazhabnya
Adapun ulama-ulama yang mengembangkan mazhab Ahmad bin Hanbal adalah sebagai berikut :

  1. Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani yang terkenal dengan nama Al Atsram; dia telah mengarang Assunan Fil Fiqhi 'Alaa Mazhabi Ahamd.
  2. Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj al Marwazi yang mengarang kitab As Sunan Bisyawaahidil Hadis.
  3. Ishaq bin Ibrahim yang terkenal dengan nama Ibnu Ruhawaih al Marwazi dan termasuk ashab Ahmad terbesar yang mengarang kitab As Sunan Fil Fiqhi.
Ada beberapa ulama yang mengikuti jejak langkah Imam Ahmad yang menyebarkan mazhab Hambali, diantaranya :
  1. Muwaquddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi yang mengarang kitab Al Mughni.
  2. Syamsuddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi pengarang Assyarhul Kabiir.
  3. Syaikhul Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Taimiyah pengarang kitab terkenal Al Fataawa.
  4. Ibnul Qaiyim al Jauziyah pengarang kitab I'laamul Muwaaqi'in dan Atturuqul Hukmiyyah fis Siyaasatis Syar'iyyah.Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qaiyim adalah dua tokoh yang membela dan mengembangkan mazhab Hambali.

Daerah yang Menganut Mazhab Hambali.
Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su'udi. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.



Demikian sekilas sejarah dan penjelasan dari keempat mazhab yang terkenal.




أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Mazhab



بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم 
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ 
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ


Seringkali orang salah persepsi dalam memandang mazhab fiqih. Seolah mazhab-mazhab itu pecahan umat untuk saling bertentangan dalam segala hal.
Padahal sesungguhnya munculnya mazhab itu boleh dibilang justru sebagai sarana untuk memudahkan umat dalam memahami nash-nash syariah. Sebab tidak semua orang mampu menarik kesimpulan hukum. Tidak semua orang mampu untuk berijtihad sesuai dengan kaidahnya.

Bukhori Bermazhab Juga
Jangan dikira bahwa mazhab itu hanya untuk orang-orang awam saja, bahkan para ulama besar pun juga bermazhab. Di dalam kitab Al-Imam Asy-Syafi'i bainal mazhabaihil Qadim wal Jadid, Dr. Nahrawi Abdussalam menuliskan bahwa di antara para pengikut mazhab Syafi'i adalah Al-Imam Al-Bukhari, seorang tokoh ahli hadits yang kitabnya tershahih di dunia setelah Al-Quran.
Al-Bukhari memang tokoh ahli hadits dan paling kritis dalam menyeleksi hadits. Namun beliau bukan ahli ijtihad yang mengistimbath hukum sendiri sampai setingkat mujtahid mutlak. Dalam masalah menarik kesimpulan hukum, beliau menggunakan metodologi yang digunakan dalam mazhab Syafi'i. Dengan demikian beliau adalah salah satu ulama besar yang bermazhab, yaitu mazhab Syafi'i.
Ada juga di antara murid mazhab As-Syafi'i yang kemudian naik derajatnya sampai mampu menciptakan metodologi istimbath sendiri, sehingga beliau kemudian mendirikan sendiri mazhabnya, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal. Marahkah As-Syafi'i mengetahui muridnya mendirikan mazhab sendiri? Beliau berkomentar, "Aku tinggalkan Baghdad dan tidak ada orang yang lebih faqih dari Imam Ahmad bin Hanbal."
Kalau saja jumlah nash-nash syariah itu hanya 6.000-an ayat Quran plus 5.000-an hadits shahih Bukhari, tentu saja mudah sekali buat setiap orang untuk beragama. Tetapi ketahuilah bahwa bahwa nash-nash syariat jauh lebih banyak dari semua itu. Al-Quran memang hanya 6.000-an ayat saja, tapi bagaimana dengan hadits nabawi? Apakah hadits itu hanya shahih bila Bukhari saja yang mengatakannya? Tentu saja tidak, sebab imam Bukhari itu hanya satu dari sekian ratus atau sekian ribu muhaddits yang ada di dunia ini. Salah besar bila kita beranggapan hanya hadits Bukhari saja yang benar dan semua hadits selain yang terdapat dalam kitab shahihnya harus ditolak.
Ini baru dari sisi jumlah sumber nash syariah, padahal masalah hukum agama ini tidak semata-mata ditentukan oleh nash-nash saja, namun lebih jauh dari itu, setiap nash itu masih harus diteliti kekuatan derajatnya, lalu dikomparasikan antara satu dengan lainnya.
Mengapa harus demikian?
Sebab begitu banyak nash-nash syariah itu yang sekilas antara satu dengan yang lain saling berbeda, bukan hanya redaksinya tetapi sampai pada masalah esensinya. Bayangkan, ada dua nash yang sama-sama shahih, keduanya tercantum di dalam kitab Shahih Bukhari, tapi yang satu mengatakan haram dan yang lain bilang halal. Kalau sudah demikian, kita akan bilang apa?
Tentu perlu sebuah kajian mendalam dari segala sisi, serta kemampuan khusus dalam melakukannya. Minimal orang yang melakukan kajian ini punya kemampuan untuk berijtihad sampai pada tingkat tertentu. Dan harus ada logika yang kuat untuk bisa mengatakan kesimpulan akhirnya, apakah hukukmnya halal atau haram.
Lalu kepada siapakah kita menyerahkan masalah ini? Adakah suatu dewan pakar yang mau mengerjakanannya dengan teliti, cermat dan lengkap?
Jawabnya, para ulama mazhab-mazhab itulah yang telah berjasa besar untuk melakukan 'mega proyek' itu. Dan mereka -alhamdulillah- adalah orang-orang yang shalih, pakar, ahli, jenius serta ikhlas, karena tidak pernah minta bayaran.
Masa perkembangan mazhab-mazhab besar dunia fiqih dimulai pada kira-kira setengah abad setelah kepergian nabi SAW, yaitu sejak tahun 97 Hijriyah. Ditandai dengan kelahiran Imam Mazhab pertama yaitu Abu Hanifah rahimahullah, yang telah berhasil memadukan antara dalil nash Quran dan sunnah sesuai dengan logika nalar hukum. Kemudian diikuti oleh Imam Malik, Imam As-syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah. Mereka semua adalah guru dari umat Islam, karena merekalah yang telah berjasa melakukan isitmbath hukum dari Al-Quran dan Sunnah, sehingga bisa menguraikan hukum-hukum Islam secara detail, rinci, lengkap, bahkan meliputi semua aspek kehidupan.
Bahkan mereka telah meletakkan dasar-dasar istimbath hukum, yang kemudian menjadi modal sekaligus model bagi seluruh ulama di dunia untuk melakukannya. Nyaris boleh dibilang bahwa tidak ada ulama yang mampu melakukan istimbath hukum yang berbeda, kecuali menggunakan salah satu metode yang telah mereka rintis.
Karena itulah keempat mazhab mereka tetap bertahan sampai ribuan tahun, bahkan berhasil menjadi sebuah disiplin ilmu yang abadi sepanjang zaman.

Perbedaan Mazhab
Namun yang menarik, meski masing-masing punya metode istimbath hukum yang terkadang berbeda, tetapi sebenarnya hubungan anter personal di antara mereka sangat dekat. Jauh dari gambaran sekte-sekte agama Kristen yang justru saling berbunuhan. Mereka justru saling berguru dan saling membanggakan guru dan muridnya. Dan yang terpenting, tidak ada satu pun yang melecehkan pendapat guru atau muridnya. Semua sangat menghormati bukan sekedar basa-basi, tapi langsung dari hati.
Adapun perbedaan pendapat di antara mereka memang sangat mungkin terjadi. Bukankah dahulu di masa nabi SAW sekalipun, seringkali para sahabat saling berbeda pendapat dalam menarik kesimpulan hukum. Kurang apa shalihnya para sahabat itu? Tapi urusan berpendapat dalam masalah ijtihad, seorang Umar ra bisa saja tidak sependapat dengan ijtihad nabi Muhammad SAW, kecuali bila wahyu yang turun.
Bahkan para nabi utusan Allah, tidak luput dari perbedaan pandangan dalam masalah hukum. Mereka acap kali punya sudut pandang yang berbeda, meski sama-sama menerima wahyu dari Allah.
Termasuk juga para malaikat yang maksum itu, banyak diriwayatkan mereka pun suka berbeda pendapat. Misalnya dalam kasus masuk surganya seorang penjahat yang telah membunuh 100 nyawa. Malaikat Rahman ingin membawanya ke surga, tapi malaikat azab ingin membawanya ke neraka. Malaikat pun bisa berbeda pendapat sesama mereka.
Maka kalau para sahabat mungkin berbeda pendapat, para nabi sering berbeda pendapat, bahkan para malaikat dimungkinkan berbeda pendapat, sangat manusiawi bila para imam mazhab masing-masing punya keistimewaan khas dalam menarik kesimpulan hukum atas jutaan butir nash-nash syariah.
Semua sangat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan para imam itu, termasuk sosio-kultural mereka, kebiasaan, ketersediaan bahan baku, bahkan hasil-hasil temuan di bidang iptek.

Tidak Ada yang Paling Shahih
Mungkin akan muncul pertanyaan, kalau mazhab-mazhab itu ada dan diakui keberadaannya, lalu manakah yang paling shahih?
Jawabnya kesemuanya shahih, dalam arti kesemuanya merupakan hasil-hasil ijtihad luar biasa para ulama, yang sudah dijamin keabasahannya. Boleh dibilang kesemuanya shohih dan kesemuanya benar. Siapa pun muslim berhak bermazhab dengan salah satu dari mazhab itu, atau mengambil satu pendapat dari sekian banyak pendapat dari masing-masing mazhab.
Kita ibarat masuk ke sebuah Hypermarket raksasa, di mana di dalamnya dipenuhi dengan beragam barang kebutuhan yang tentunya sudah diseleksi. Ada berbagai macam barang dengan berbagai macam merek dan vendor yang tersedia. Tentu saja semua sudah lulus seleksi dan uji coba. Masing-masing tentu dengan ciri dan keistimewaan masing-masing. Tinggal selera kita saja yang menentukannya. Dan tidak perlu kita memaksakan selera pribadi kepada orang lain. Sebab lidah tiap orang tidak sama, demikian juga kebutuhan masing-masing juga tidak sama.
Tapi bagaimana kalau ada mazhab yang kurang shahih atau malah sesat?
Tentu saja secara alami akan tersingkir dari panggung sejarah. Dahulu sebenarnya bukan hanya ada 4 mazhab itu saja, tapi puluhan bahkan lebih banyak lagi. Tapi secara seleksi alam, yang berhasil bertahan hanya 4 mazhab itu saja.
Kalau kita ibaratkan dengan hypermarket tadi, kira-kira konsumen sudah tahu mana produk yang berkualitas dan mana yang hanya 'ecek-ecek' saja. Segera barang yang kurang berkualitas akan tidak laku di pasaran dan akhirnya tidak diproduksi lagi.
Tapi Bolehkah Kita Gonta-ganti Mazhab Atau Mengambil Pendapat Secara Acak?
Sebenarnya Rasulullah SAW tidak pernah menetapkan kepada kita bahwa kalau sudah bertanya kepada si A, maka jangan lagi bertanya kepada si B. Perintah beliau adalah bertanyalah kepada orang yang sesuai dengan keahliannya. Meski orang itu ada banyak, tidak jadi soal. Bahkan semakin banyak alternatif jawabannya, semakin baik. Karena kita bisa melakukan perbandingan atas semua jawaban itu.
Dengan logika hypermart di atas, sangat dibolehkan kita membeli barang dari produsen yang berbeda, yang penting sesuai dengan kebutuhan kita. Tidak ada kewajiban untuk hanya membeli dari satu produsen saja.
Meski juga tidak ada larangan bisa seseorang merasa cocok dengan satu merek dan tidak mau menggantinya dengan merek lain. Maka mulai dari pakaian, kendaraan, makanan, termasuk alat elektronik miliknya, berasal dari satu produsen yang sama.
Maka Islam membolehkan seseorang berpegang pada satu mazhab saja, kalau memang dia rela dan menginginkannya. Tapi jangan sampai selera pribadinya itu dipaksakan kepada orang lain.
Bukankah perbedaan mazhab ini sering jadi faktor pemicu perpecahan?
Alih-alih meributkan perbedaan pandangan antar mazhab, kita justru sangat berbahagia dan sangat diuntungkan dengan adanya perbedaan pandangan dari berbagai mazhab.
Sebab dunia Islam itu sangat luas, membentang dari ujung barat Maroko sampai ujung Timur Marauke, pastilah muncul berbagai macam perbedaan keadaan masyarakat. Dan semua itu pasti membutuhkan jawaban syariah yang tepat.
Dengan kekayaan khazanah intelektual warisan dari para pendiri mazhab itu, kita dengan mudah bisa menyelesaikan banyak persoalan. Kesemuanya sah dan benar, tinggal menyesaikannya dengan beragam tipe masalah.
Hanya mereka yang terlalu awam dan kurang punya wawasan yang baik, yang mau-maunya berantem dengan sesama muslim hanya lantaran perbedaan mazhab. Memang sangat kita sayangkan masih adanya kalangan yang demikian. Misalnya, begitu dia melihat saudaranya shalat tidak sama dengan cara shalatnya, langsung dicaci dan dimakinya, bahkan tudingan ahli bid'ah pun bertubi-tubi dilontarkan kepadanya. Padahal ilmu yang dimiliki hanya terbatas pada satu dua rujukan saja, namun lagak dan gayanya seperti mufti kerajaan. Nauzu billahi min zalik.
Padahal meski seandainya di dunia ini hanya ada satu sumber nash syariah saja, misalnya hanya ada Al-Quran saja, pastilah umat Islam tetap berbeda pendapat dalam menarik kesimpulan hukum.
Padahal kita punya jutaan sumber nash syariah, dengan beragam kemungkinan nilai derajat keshahihannya, dengan beragama esensi kandungan materinya, dengan beragam redaksinya, semuanya hanya akan sampai kepada satu titik, yaitu perbedaan pendapat.

Kalau setiap perbedaan pendapat harus ditanggapi dengan cacian, makian, tuduhan ahli bid'ah dan seterusnya, ketahuilah bahwa semua itu justru mencerminkan kedangkalan ilmu para pelakunya. Sama sekali tidak menggambarkan keulamaannya.


والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Khilafiah



بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم 
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ 
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ


Khilafiah  adalah perbedaan dalam memandang suatu masalah, lebih tepatnya dalam mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil Quran dan Sunnah. Perbedaan cara mengambil kesimpulan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:

1. Perbedaan dalam meshahihkan suatu hadits
Al-Imam Al-Bukhari punya standar keshahihan hadits yang berbeda dengan A-Imam Muslim. Padahal keduanya sama-sama pakar hadits yang dikenal sebagai penyusun kitab hadits tershahih di dunia.
Namun ada kalanya sebuah hadits dishahihkan oleh Al-Bukhari namun tidak dishahihkan oleh Muslim. Dan yang sebaliknya pun seringkali terjadi.
Bila para para ulama ahli hadits sudah berbeda pendapat, sudah bisa dipastikan bahwa kesimpulan hukum yang dikeluarkan oleh masing-masing ahli fiqih pun akan berbeda juga.

2. Perbedaan Dalil yang Saling Bertentangan
Sangat dimungkinkan dan bahkan sering kali terjadi ada dua atau lebih dalil yang sama-sama shahih dan kuat, namun ternyata memberikan hukum yang berbeda.

3. Perbedaan Metode Istimbath Hukum
Para ulama ahli fiqih di level mujtahid mutlak punya kaidah dan metode yang sudah baku untuk mengistimbath hukum. Namun belum tentu sama antara yang satu dengan yang lain.
Misalnya, Al-Imam Malik rahimahullah dikenal sebagai ulama yang mengandalkan amalu ahlil-Madinah sebagai landasan hukum. Sesuatu yang oleh ketika imam Mazhab lainnya tidak dikenal atau tidak diterima.
Kemudian ada al-maslahah al-mursalah, saddu azd-dzarai', syar'u man qablana, dan lainnya yang diterima oleh satu pihak namun ditolak oleh pihak lain.

4. Karakter Para Ulama
Sebagian ulama ada yang punya kecenderungan menyempitkan masalah karena kehati-hatiannya, namun ada yang meluaskan hukum karena berprinsip bahwa Islam itu mudah dan rahmat.
Adalah shahabat Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu anhu seorang yang cenderung mutasyaddin, tidaklah ada dua pilihan hukum kecuali beliau memilih yang lebih berat. Baginya, surga itu harus didapat dengan kesungguhan dan pengorbanan.
Namun Abdullah bin Abbas punya karakter yang lembut dan selalu mencari yang termudah, karena Allah tidak membebani hamba-Nya kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya.
Dan masih banyak lagi hal-hal yang menyebabkan khilafiah itu pasti terjadi.

Bolehkah Khilafiah Terjadi?
Ada banyak dalil yang memastikan bahwa khilafiah di antara para ulama itu boleh terjadi, bahkan sebuah keniscayaan. Dasarnya antara lain:

1. Para Shahabat Mengalami Khilafiah
Peristiwa perang Bani Quraidhah adalah contoh yang amat nyata tentang bagaimana para shahabat nabi berbeda pandangan dalam menafsirkan perintah Rasulullah SAW. Selain itu juga ada kisah tentang perbedaan penafsiran para petani kurma di Madinah tentang 'larangan' Rasulullah SAW untuk melakukan penyebukan. Juga ada kisah tentang para shahabat yang berbeda pendapat dalam menetapkan arah kiblat, sehingga ada yang shalat menghadap ke Barat, Timur, Utara dan Selatan.
Namun perbedaan itu bukan perpecahan, mereka tetap bershahabat dan saling mengasihi antara sesamanya.

2. Para Nabi Mengalami Khilafiah
Nabi Musa dan Nabi Khidhir 'alaihimassalam pernah berbeda pendapat dalam melakukan perjalanan. Cerita lengkapnya bisa kita baca di dalam surat Al-Kafhi. Nabi Musa dan kakaknya, Nabi Harun 'alaihimassalam, bahkan sempat bentrok dan tarik-tarikan rambut, untuk urusan yang mereka perselisihkan.
Keputusan hukum Nabi Daud pernah 'diralat' oleh anaknya sendiri, Nabi Sulaiman 'alaihissalam dalam sengketa yang menyangkut hukum dalam perkara rakyat negeri mereka.
Namun para nabi adalah satu kesatuan mata rantai sebagai penyampai risalah dari Allah kepada umat manusia. Perbedaan pendapat itu bukan perpecahan, apalagi permusuhan.

3. Para Malaikat Mengalami Khilafah
Dalam kisah taubatnya pembunuh 100 nyawa yang meninggal di tengah jalan menuju jalan taubat, dua malaikat saling berbeda pendapat. Yang satu malaikat rahman yang ingin memasukkannya ke surga. Sedang yang satunya malaikat adzab yang ingin memasukkannya ke neraka.
Ya Subhanallah, bahkan malaikat yang tidak punya emosi sekalipun, juga mengalami khilafiah dalam memutuskan perkara.
Maka bisa kita simpulkan bahwa khilafiah atau beda pendapat adalah hal yang lumrah, terjadi pada siapa saja, termasuk para sahabat, para nabi dan bahkan para malaikat.
Khilafiah yang terjadi di kalangan ulama adalah hak preogratif mereka, tidak ada hak dan wewenang kita yang awam dan bukan ahli hukum ini ikut-ikutan meributkan khilafiah di antara mereka.
Bukan karena kita tidak boleh melakukan upaya ijtihad seperti mereka, juga bukan karena pintu ijtihad telah tertutup, namun karena persoalan kapasitas keilmuwan.
Tentu sangat kurang pantas ketika para ulama ahli di tingkat elit masih berbeda pendapat, ternyata kita yang ada di level grassroot juga ikut-ikutan saling meributkannya.

Yang Diharamkan Adalah Perpecahan dan Saling Memerangi
Yang diharamkan adalah perpecahan, bukan perbedaan cara pandang. Bentuk-bentuk perpecahan yang diharamkan misalnya:
  1. Mencaci maki orang yang pendapatnya tidak sama dengan pendapat dirinya. Baik dengan tuduhan ahli bid'ah, pelaku kemusyrikan atau gelar-gelar lain yang tidak layak.
  2. Memutuskan tali silaturrahim dengan orang yang dianggap pendapatnya tidak sama.
  3. Membuat kampanye fitnah serta menghujat saudaranya di muka umum, padahal akar masalahnya hanya beda pendapat yang telah terjadi sejak zaman shahabat
  4. Menyakiti bahkan melukai perasaan saudaranya, dengan beragama cara.
  5. Cara yang paling buruk adalah dengan menyakiti secara pisik bahkan melakukan pembunuhan, seperti tragedi fitnah besar antara sunnah syiah.
Bukankah kita bisa duduk bersama untuk memecahkan masalah? Mengapa kita harus angkat suara dengan nada yang tinggi, padahal kita saudara?
Mengapa kita harus saling berbunuhan, satu dengan lainnya, padahal mereka adalah saudara kita juga?

Semoga Allah SWT menentramkan hati kita dan menguatkan persaudaraan kita, serta merajut kembali keping-keping ukhuwah di antara kita. Amin Ya Rabbal Alamin


والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Menyongsong Lalilatul Qadr



بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرّحْمن الرّحيم 
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَتُهُ 
آللّهُمَ صَلّیۓِ ۈسَلّمْ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓ آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ


Makna Lailatul Qadar

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Al-Qadar (bulan) yang disandarkan pada kalimat lailah (malam) dapat diartikan sebagai keagungan, seperti firman Allah "Wama qadarullaha haqqa qadrihi." Ia mempunyai kekuasaan dan keagungan, seperti diturunkannya Al-Quran, para malaikat, rahmat, barakah, ampunan, dan juga lailatul Qadar. Semua ini sebagai bukti kemuliaan dan keagungannya. 

Akan tetapi sebagian ulama berpendpat Al-Qadar disini berarti kesempitan, seperti firman Allah: "Dan barang siapa yang di sempitkan rizkinya" yang dimaksud dengan sempit di sini tersembunyi-nya malam dan tidak ditentukan kapan turunnya. Atau bisa juga diartikan sebagai kemampuan, bahwa sesungguhnya Allah mampu mengetahui apa yang akan terjadi pada tahun itu, berdasarkan firman Allah: "Fiiha yufraku kullu amrin hakim"

Bangun pada malam lailatul Qadar merupakan sebuah keutamaan dimana Allah akan membalasnya dengan kebaikan seribu bulan. Maka ibadah di bulan Ramadhan lebih dianjurkan dari bulan-bulan yang lain.
Dari Abi Hurairah ra, dari Nabi Saw, ia berkata: "Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dalam keadaan beriman dan sadar akan batasan dirinya, maka Allah akan mengampuni segala dosa-dosanya yang telah lalu." Adapun maksud perkataan beliau: "Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dalam keadaan beriman" Yaitu percaya dengan janji Allah akan pahala yang akan di berikan, karena Allah telah memberikan pahala khusus bagi mereka yang berpuasa, sebagaimana di sebutkan dalam Hadits Qudsi: "Semua perbuatan bani Adam diperuntukkan baginya kecuali puasa, maka ia (puasa) adalah milikku dan aku akan membalasnya" dan maksud dari kata (ihtisaaban) adalah; meminta keridlaan yang maha kuasa, dan pahala-Nya, tidak ada yang manusia harapakan kecuali hal tersebut.
Al-Ihtisab berasal dari kata hasiba, seperti kata I'tidad dari kata Al- 'Adad, ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah pelaksanaan suatu pekerjaan yang murni tidak mengharapkan apa-apa kecuali ridla-Nya. "Ihtasabahu"karena waktu itu akan dihitung atau dihisab perbuatannya, maka seakan-akan orang yang berpuasa-lah yang menentukan hasilnya.
Rasulullah bersabda: "Akan di ampuni segala dosanya yang telah lalu" dalam hadis menunjukkan semua dosa secara keseluruhan, baik yang besar maupun yang kecil. Akan tetapi para ulama telah bersepakat bahwa yang dimaksud disini adalah dosa kecil, karena dosa besar tidak akan diampuni kecuali dengan taubat Nasuha, dengan syarat-syarat sebagai berikut: Menyesali apa yang telah ia perbuat, berniat kuat untuk tidak mengulangnya kembali untuk melepaskan diri dari belenggu dosa, dan mengembalikan semua hak kepada pemiliknya.
Nabi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang yang berpuasa dan berhak menerima penghapusan dosa yang telah lalu adalah mereka yang berpuasa dengan penuh keimanan dan mawas diri, menjauhkan diri dari riya, pamer dan perbuatan lain yang dapat mengurangi pahala ibadah, bahkan menghilangkannya. Oleh karena itu Rasulullah mengajarkan kepada umat-Nya untuk beribadah dengan ikhlas, jujur, selalu mendekatkan diri kepada Tuhannya dengan hanya mencari ridlanya semata, tidak menpersekutukannya dengan yang lain, "Barang siapa yang berharap bertemu dengan Tuhannya, maka hendaklah ia beramal saleh dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain"
Bagi mereka yang menjalankan bangun malam dengan penuh keimanan dan mawas diri, mengisinya dengan shalat tarawih, tahajud, membaca Al-Quran dan memperbanyak dzikir dan do'a, akan mendapatkan pahala sekaligus ampunan dari Allah untuk dosanya yang telah lalu.
Allah tidak memberitahukan datangnya malam Lailatul Qadar, akan tetapi sebagian hadis telah menerangkan bahwa malam tersebut berada pada malam ke sepuluh terakhir bulan Ramadhan, atau pada bilangan ganjil di bulan Ramadhan. Adapun yang dimaksud dengan "ampunan" disini adalah ampunan dari dosa-dosa kecil, Imam Nawawi berkata: "Para ulama telah bersepakat bahwa dosa yang dihapus pada malam Lailatul Qadar adalah dosa kecil, pendapat ini disetujui oleh Imam Haramain, dan di harapkan pengampunan ini dapat meringankan dosa besar yang mereka miliki.
Sedangkan menurut imam Nasa'i, bagaimana ampunan tersebut dapat menghapus dosa yang belum kita kerjakan? Jawabannya adalah sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis, yang menggambarkan keadaan golongan ahli Badar: "Lakukanlah apa yang dapat kalian lakukan, maka Allah akan mengampuni kalian" Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa maksud dari ampunan disini adalah penjagaan dari dosa besar, ada juga yang berpendapat bahwa dosanya akan terampuni.
Apakah orang yang beribadah pada malam Ramadhan akan mendapatkan pahala Lailatul Qadar? Atau kah pahala tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu menyingkap peristiwa tersebut dengan pertanda yang datang kepada mereka? Sebagian ulama seperti At-Tabari dan yang lainnya mengatakan, pahala malam Lailatul Qadar akan diterima oleh mereka yang mengisi malam tersebut dengan ibadah, sekalipun tidak ada pertanda berarti yang membedakan malam tersebut dengan yang lainnya, dan tidak tergantung pada alamat dan tanda-tanda yang mengikat.


WAKTU DAN TANDA-TANDA KEDATANGAN MALAM LAILATUL QADAR

Dari Ibnu Umar ra, ada beberapa orang sahabat Nabi Saw yang bermimpi bahwa Lailaitul Qadar akan datang pada pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW bersabda: "Aku juga melihat ru'yah kalian pada tujuh malam terakhir bulan tersebut. Maka barang siapa yang menginginkannya, dapatkanlah malam tersebut pada tujuh malam terakhir"
Lailatul Qadar mempunyai kedudukan yang istimewa dalam Islam, karena malam tersebut diakui sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam tersebut turunlah para malaikat (termasuk malaikat Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam tersebut akan penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajar.
Seperti halnya kematian, malam Lailatul Qadar juga dirahasikan keberadaannya oleh Allah supaya manusia mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah dan mengingatnya dengan tetap mawas diri setiap saat, selalu berbuat kebaikan dan taat kepada Tuhannya.
"Aku juga melihat Lailatul Qadar dalam mimpi seperti kalian yaitu pada tujuh malam terakhir" (dengan mempergunakan kalimat Tawaata'a). Hadis ini bersinggungan dengan sebuah hadis yang berbunyi: "Seseorang telah melihat malam Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan, maka Nabi bersabda: "Dapatkanlah malam mulia itu, pada tujuh malam terakhir" (Dengan mempergunakan kata Ra'a). Riwayat Muslim menyatakan bahwa Lailatul Qadar jatuh pada tujuh malam terakhir sedang riwayat Bukhari ada yang melihat jatuh pada malam ketujuh dan ada yang melihat sepuluh terakhir.
Karena perbedaan kalimat pada kedua hadis tersebut (dalam riwayat Muslim mempergunakan kalimat Tawata'a sedangkan riwayat Bukhori tidak mempergunakan kalimat tersebut), timbullah perbedaan pendapat di antara para ulama dalam menentukan datangnya malam Lailatul Qadar, ada yang mengatakan pada tujuh malam terakhir dan ada juga yang mengatakan sepuluh malam terakhir. Padahal secara tidak langsung bilangan tujuh masuk ke dalam sepuluh, maka Rasulullah pun menentukan bahwa malam Lailatul Qadar jatuh pada tujuh malam terakhir, karena makna Tawaata'a pada hadis yang diriwayatkan Muslim berarti Tawaafuq (sesuai atau sama).
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh di sini adalah tujuh malam terakhir bulan Ramadhan. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ali ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, seandainya kalian kehilangan hari-hari sebelumnya maka jangan sampai kalian melewatkan malam-malam terakhir bulan tersebut"
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, ia berkata, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, apabila kalian merasa lemah atau tidak mampu melaluinya maka jangan sampai kalian kehilangan tujuh malam berikutnya" Dari berbagai versi hadis yang ada, telah terbukti bahwa Lailatul Qadar jatuh pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
Sebagian ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam dua puluh dua dan paling akhir jatuh pada malam dua puluh delapan, berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Dapatkanlah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi malam Lailatul Qadar sendiri jatuh pada malam ke sembilan, tujuh dan lima Ramadhan (bilangan ganjil).
Dari riwayat hadis yang berbeda lahirlah pendapat para ulama yang beragam (tidak kurang dari empat puluh pendapat). Malam Lailatul Qadar mempunyai ciri dan keistimewaan tersendiri yang tidak dapat kita kenali kecuali setelah berlalunya malam tersebut. Salah satu ciri atau keistimewaan tersebut adalah; terbitnya matahari seperti biasa akan tetapi memancarkan cahaya redup (tidak bersinar terang seperti biasa), berdasarkan sebuah hadis: dari Zur Bin Hubaisy, ia berkata: "Aku mendengar Ubay Bin Ka'ab berkata: "Barang siapa yang bangun di tengah malam selama satu tahun ia akan mendapatkan Lailatul Qadar" Ayahku berkata: "Demi Allah tidak ada Tuhan selain dia, malam itu terdapat di bulan Ramadhan, demi Tuhan aku mengetahuinya, tapi malam manakah itu? Malam dimana Rasulullah memerintahkan kita untuk bangun untuk beribadah. Malam tersebut adalah malam ke dua puluh tujuh, yang ditandai dengan terbitnya matahari berwarna putih bersih tidak bercahaya seperti biasanya".
Diriwayatkan dari Ibnu Khuzaimah dari hadis Ibnu Abbas: "Ketika Lailatul Qadar pergi meninggalkan, bumi tidak terasa dingin, tidak juga panas, dan matahari terlihat berwarna merah pudar" dan dari Hadits Ahmad: "Pada hari itu tidak terasa panas ataupun dingin, dunia sunyi, dan rembulan bersinar" Dari hadis kedua kita dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri tersebut hanya ada pada waktu malam hari.
Malam Lailatul Qadar bukanlah malam yang penuh dengan bintang yang bersinar (sebagaimana diperkirakan orang) akan tetapi Lailatul Qadar adalah malam yang mempunyai tempat khusus di sisi Allah. Dimana setiap Muslim dianjurkan untuk mengisi malam tersebut dengan ibadah dan mendekatkan diri padanya.
Imam Thabari mengatakan: "Tersembunyinya malam Lailatul Qadar sebagai bukti kebohongan orang yang mengatakan bahwa pada malam itu akan datang ke dalam penglihatan kita sesuatu yang tidak akan pernah kita lihat pada malam-malam yang lain sepanjang Tahun, sehingga tidak semua orang yang beribadah sepanjang tahunnya mendapat Lailatul Qadar" Sedangkan Ibnu Munir mengatakan bahwa tidak sepantasnya kita menghukumi setiap orang dengan bohong, karena semua ciri-ciri tersebut bisa dialami oleh sebagian golongan umat, selayaknya karamah yang Allah berikan untuk sebagian hambanya, karena Nabi sendiri tidak pernah membatasi ciri-ciri yang ada, juga tidak pernah menafikan adanya karamah.
Ia meneruskan: Lailatul Qadar tidak selamanya harus diiringi keajaiban atau kejadian-kejadian aneh, karena Allah lebih mulia kedudukannya untuk membuktikan dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Sehingga ada yang mendapatkan malam Lailatul Qadar hanya dengan beribadah tanpa melihat adanya keanehan, dan ada sebagian lain yang melihat keanehan tanpa di sertai ibadah, maka penyertaan ibadah tanpa disertai keanehan kedudukannya akan lebih utama di sisi Tuhan.
Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa salah satu ciri datangnya malam Lailatul Qadar adalah melihat segala sesuatu yang ada di bumi ini tertunduk dan sujud ke hadirat-Nya. Sebagian lain mengatakan pada malam itu dunia terang benderang, dimana kita dapat melihat cahaya dimana-mana sampai ke tempat-tempat yang biasanya gelap. Ada juga yang mengatakan orang yang mendapatkan malam Lailatul Qadar dapat mendengar salam dan khutbahnya malaikat, bahkan ada yang mengatakan bahwa salah satu ciri tersebut adalah dikabulkannya do'a orang yang telah diberikannya taufik.


MALAM YANG DINANTIKAN

Para ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh tujuh Ramadhan, pendapat ini lahir berdasarkan beberapa riwayat, di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari 'Abdah dan 'Asim Bin Abi Najwad: keduanya mendengar Zur Ibnu Hubaisy berkata: "Aku bertanya kepada Ubay Bin Ka'ab ra tentang datangnya malam Lailatul Qadar" Kemudian aku meneruskan: "Sesungguhnya adikmu Ibnu Mas'ud pernah berkata: "Barang siapa yang bangun pada tengah malam selama setahun maka ia akan mendapatkan malam Lailatul Qadar?" Pada waktu itu Ubay menjawab: "Ia (Ibnu Mas'ud) tidak ingin manusia hanya beribadah pada malam itu saja, ia berkata seperti itu karena ia tahu bahwa malam Lailatul Qadar jatuh pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, yaitu pada malam ke duapuluh tujuh, kemudian ia bersumpah bahwa malam Lailatul Qadar benar-benar jatuh pada malam ke dua puluh tujuh" Kemudian aku bertanya: "Apa dalil yang dapat membuktikan perkataanmu itu wahai Abu Mundzir?" Ia menjawab: "Dengan ciri-ciri yang pernah Rasulullah sebutkan, seperti terbitnya matahari dengan redup tanpa cahaya"
Sebenarnya dari hadis tersebut kita dapat menilai bahwa para sahabat mampu melihat keberadaan malam Lailatul Qadar, akan tetapi kehati-hatian dalam beribadah telah menumbuhkan keimanan dan mengembangkan ketaqwaan dalam jiwa dan diri mereka, sehingga tertuanglah gerak ritmis ritual keagamaan menghiasi setiap malam mereka dengan sujud dan tafakur, berdzikir dan bertasbih tanpa mengenal lelah, hanya untuk menggapai ridlonya.
Dalam hadis Abdullah Bin Mas'ud di atas disebutkan: "Barang siapa yang bangun di malam hari selama setahun maka ia akan mendapatkan Lailatul Qadar". Hadis tersebut menghimbau seluruh manusia untuk tidak hanya mengkhususkan malam Lailatul Qadar sebagai satu-satunya tempat untuk beribadah, lebih dari itu ia menghimbau supaya manusia mengisi setiap detik dari malam-malamya dengan ibadah, dan jangan membiarkan malam-malam yang lain dalam tahun tersebut kosong tanpa diisi dengan ibadah, dzikir dan taubat kepada-Nya. Seandainya manusia mengetahui rahasia di balik malam Lailatul Qadar, malam yang jatuh pada malam dua puluh tujuh Ramadhan!.
Telah disebutan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra tentang salah satu ciri datangnya malam Lailatul Qadar: "Kami mengetahui datangnya malam Lailatul Qadar dari Rasulullah SAW, ketika itu beliau bertanya: "Siapa diantara kalian yang pernah melihat bulan pada waktu malam muncul seperti retak tempurungnya?" Dari hadis tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa Lailatul Qadar datang pada akhir bulan Ramadhan, karena bulan dengan bentuk yang ditunjukkan Nabi tidak datang kecuali pada akhir bulan.
Dari Abdullah Bin Anas bahwasanya Rasulullah bersabda: "Apakah kamu melihat malam Lailatul Qadar kemudian melupakannya? Allah telah memperlihatkan tanda-tanda kedatangannya kepadaku pada pagi harinya, sehingga akupun tersujud di tanah yang becek dan berlumpur" Kemudian beliau meneruskan "Hujan itu telah datang pada malam dua puluh tiga" Rasulullah pun salat bersama kami, kemudian pergi begitu saja, sekalipun tanah bercampur air masih tersisa di kening dan hidungnya, Abdullah Bin Anas berkata: "Dua puluh tiga (malam dua puluh tiga Ramadhan)"
Adapun pendapat yang dianggap kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa Lailatul Qadar jatuh pada hari ganjil sepuluh terakhir bulan Ramadhan, dan dari hari ganjil itulah terpilih malam dua puluh tujuh.
Diriwayatkan oleh Abdurrazik dari Ibnu Abbas ia berkata: "Umar memanggil para sahabat Rasulullah, kemudian menanyakan perihal malam Lailatul Qadar pada mereka, maka mereka sepakat bahwa malam tersebut jatuh pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Kemudian Ibnu Abbas berkata: "Ketika itu aku mengatakan kepada Umar: "Sesungguhnya aku tahu malam keberapakah itu" Kemudian umar bertanya: "Malam ke berapa?" Akupun menjawab: "Malam ketujuh pertama bulan Ramadhan atau malam ketujuh pada sepuluh terakhir bulan tersebut" Kemudian ia bertanya kembali: "Dari mana kamu mengetahui hal tersebut?" Maka aku-pun menjawab: "Allah telah menciptakan tujuh lapis langit, dan tujuh lapis bumi, tujuh hari, dan masa terus bergulir dalam tujuh perputaran, manusia terbentuk dalam tujuh bulan, bersujud sebanyak tujuh kali, begitu pula dengan thawaf melempar jumrah dan sebagainya."
Yang terpenting untuk selalu di ingat dan diperhatikan adalah bahwa malam ini adalah malam yang penuh dengan keutamaan, kedudukannya sangat mulia di sisi Tuhan, dimana seorang Muslim dianjurkan untuk mengisinya dengan ibadah dan memperbanyak do'a terutama do'a yang terdapat dalam hadis Aisyah RA: "Aku (Aisyah) berkata": "Wahai Rasulullah beritahukanlah kepadaku, apabila datang malam lailatul Qadar, do'a apakah yang harus aku baca?" Bersabda Rasulullah "bacalah: "Ya Allah, engkau adalah dzat yag maha pemaaf, maka maafkanlah semua dosa dan salahku"
Dari Abi Hurairah ra, bahwasanya Nabi berkata: "Barang siapa yang bangun untuk beribadah pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mawas diri, maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu" Maka ibadah yang ia lakukan pada malam itu sama pahalanya dengan ibadah seribu bulan, dan do 'a yang paling utama bagi seorang hamba pada malam itu adalah memohon ampunan dan maaf dari Allah Tuhan seru sekalian alam.
Imam Sowiy berkata dalam tafsirnya: "Dan do'a yang paling utama pada malam itu adalah memohon ampunan, maaf dan kesehatan kepada Tuhannya." Dan bagi orang yang membagi waktunya dalam sepanjang malam tersebut untuk memilih dan memilah bacaan yang banyak pahalanya, seperti Ayat kursi, ayat-ayat terakhir dari surat Al-Baqarah, surat Al-Ikhlas, memperbanyak istigfar dan shadaqoh, dan disebutkan: "Barang siapa yang shalat Magrib dan Isya berjama 'ah maka akan mendapatkan pahala seperti pahala Lailatul Qadar.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa orang yang mengerjakan shalat Isya berjama'ah maka ia dianggap telah mendirikan shalat malam, dan barang siapa yang mengerjakan shalat Subuh berjamaah maka ia seakan-akan mendapatkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
Dan barang siapa yang mengucapkan "laa ila ha illa Allah al Halim Al Karim subhanallah rabbu as Samawati as Sab'I wa Rabbu Al 'arsyi Al 'adzim" sebanyak tiga kali maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mendapatkan pahala Lailatul Qadar. Beribadah dan mengisi setiap malamnya dengan hati yang tulus, niat yang ikhlas, menyerahkan diri kepada Tuhan secara lahir dan batin, karena Allah akan menerima ibadah orang-orang yang bertakwa.
Malam Lailatul Qadar adalah malam yang ditunggu dan diharapkan kedatangannya dimana semua do'a akan diterima, dimana para maikat diturunkan ke bumi, dimana pintu rahmat dibukakan bagi mereka yang beriman dan beramal shaleh. Maka berbahagialah orang-orang yang dapat mensucikan dirinya dari rasa dengki dan menenggelamkan diri dalam shalat, shalawat, dalam dzikir dan do'a, memperbanyak membaca Al-Quran, dan memohon ampunan pada dzat yang maha pengampun.
Dari Anas ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Apabila datang Lalilatul Qadar, turunlah Jibril dalam barisan para malaikat, mereka mengucapkan salawat dan salam kepada hamba Tuhan (baik yang duduk maupun berdiri) yang selalu berdzikir kepada Tuhannya.

Lailatul Qadar adalah hadiah yang Tuhan berikan untuk hambanya yang Mukmin, dan hanya orang memperbanyak taubat, dzikir dan do'a lah yang akan mendapatkannya.


والله أعلم بالصواب
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer