Hewan Qurban Yang Lebih Utama



Menurut Imam Syafii dan Ahmad bin Hanbal urutan keutamaan qurban adalah sebagai berikut: Onta, Sapi, Domba dan terakhir Kambing. Alasannya adalah urutan keutamaan dilihat dari banyaknya daging sehingga lebih banyak dirasakan oleh fakir miskin. Hal ini sesuai hadits Rasulullah SAW, Beliau bersabda “Barangsiapa mandi hari Jumat seperti mandi jinabat lalu segera pergi ke masjid maka seakan dia bersedekah onta, barangsiapa pergi pada waktu kedua maka seakan dia bersedekah sapi, barangsiapa pergi pada waktu ketiga maka seakan dia bersedekah domba yang bertanduk” (HR. Jamaah).
Hadits tersebut menyebutkan keutamaan pahala sholat Jumat dengan perumpamaan jenis hewan, maka pada ibadah qurban juga demikian.

Imam Malik mengatakan yang utama Kambing, lalu Sapi lalu Onta dengan alasan dagingnya paling bagus dan Rasulullah SAW juga berqurban dengan dua ekor kambing domba, begitu juga Allah mengganti nabi Ismail dengan domba.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Takwa dan Istiqamah



Sebelum membahas bagaimana tetap Istiqamah dalam bertakwa, perlu diketahui mengenai apa sebenarnya taqwa itu (mena'ati perintah dan menjauhi larangan Allah Swt). Saya ingin menegaskan bahwa taqwa itu tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat ibadah murni, seperti sholat, puasa, zakat, dll. Tapi taqwa juga meliputi hal-hal yang bersifat duniawi, asal itu baik dan bermanfaat. Kita menekuni apa yang menjadi hobi dan keahlian kita kendati itu hanya semata bersifat duniawi, namun bermanfaat bagi semua makhluk di bumi ini juga disebut taqwa. Sebab Allah melarang tindakan-tindakan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, dan Allah juga menegaskan agar kita jangan sampai melupakan persoalan-persoalan duniawi yang menopang kemaslahatan hidup kita di dunia. Singkatnya, orang Islam itu harus jaya di dunia dan jangan sampai melupakan akheratnya. Oleh karena sedemikian luasnya wilayah taqwa, maka dengan sendirinya problem istiqamah juga tidak sama. Jika problem istiqamah menyangkut hal ibadah, misal kita sesekali berani melanggar perintah agama, seperti sh0lat, puasa, dll, maka kita perlu meningkatkan wawasan keakhiratan. Sebab kebanyakan faktor yang menyebabkan terputusnya kontinyuitas/istiqamahnya suatu kegiatan (baik kegiatan duniawi atau ukhrawi) tiada lain adalah minimnya wawasan. Setidaknya yang bisa kita lakukan sendiri adalah menghidupkan kesadaran akan adanya kehidupan sesudah mati atau kehidupan akherat. Saya kira semua orang Islam meyakini adanya kehidupan akherat, hanya saja kenyataannya tidak sedikit orang-orang yang lupa akan hal itu. Mereka terlelap dalam kenikmatan duniawi. Maka orang seperti ini perlu disadarkan mengenai kehidupan akherat, dimana orang yang sebagian besar hidupnya penuh ketaatan akan masuk surga dan bila didominasi kemaksiatan akan masuk neraka. 
Bertanya-tanyalah dalam hati, apa sebenarnya tujuan hidup kita? Apa hanya ingin cukup dengan kenikmatan duniawi? dengan semata melimpahnya harta dunia apakah ketenangan batin bisa didapat? tidakkah batin akan tenang dengan menaati perintah-perintah agama, berdzikir/mengingat Allah? Kalau pertanyaan-pertanyaan (muhaasabah) seperti ini belum mempan juga, sering-seringlah memikirkan "seandainya besok aku mati." Dan jika hati kita sudah tergerak untuk rajin melakukan ibadah, (hanya saja kita menghadapi problem lain) misal kurang mengetahui cara-cara ibadah dengan benar, kita harus bertanya ke ahlinya. Dan jika problem istiqamah itu menyangkut soal keduniaan, maka kita perlu meningkatkan wawasan/ilmu pengetahuan tentang keduniaan. Yang bisa kita lakukan mula-mula adalah menetapkan program, rencana-rencana, dan target. kita juga harus meningkatkan kedisiplinan, kesungguhan, dan ketulusan. Bangunlah kesadaran bahwa diri kita juga harus memberi manfaat pada orang lain. Sebab sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi lingkungannya. Untuk melengkapi tema istiqamah, berikut ini saya nukilkan tulisan Dr. Nurcholish Madjid yang berjudul "Istiqamah Di Zaman Modern" dalam bukunya Pintu-Pintu Menuju Tuhan. 

ISTIQAMAH DI ZAMAN MODERN. Istiqamah artinya teguh hati, taat asas, atau konsisten. Meskipun tidak semua orang bisa bersikap istiqamah, namun memeluk agama, untuk memperoleh hikmahnya secara optimal, sangat memerlukan sikap itu. Allah menjanjikan demikian: "Dan seandainya mereka itu bersikap istiqamah di atas jalan kebenaran, maka pastilah Kami siramkan kepada mereka air yang melimpah." (QS. Al-Jinn/72:16). Air adalah lambang kehidupan dan lambang kemakmuran. Maka Allah menjanjikan mereka yang konsisten mengikuti jalan yang benar akan mendapatkan hidup yang bahagia. Tentu saja keperluan kepada sikap istiqamah itu ada pada setiap masa, dan mungkin lebih-lebih lagi diperlukan di zaman modern ini. Karena kemodernan (modernitas, modernity) bercirikan perubahan. Bahkan para ahli menyebutkan bahwa kemodernan ditandai oleh "perubahan yang terlembagakan" (institutionalized change). Artinya, jika pada zaman-zaman sebelumnya perubahan adalah sesuatu yang "luar biasa" dan hanya terjadi di dalam kurun waktu yang amat panjang, di zaman modern perubahan itu merupakan gejala harian, dan sudah menjadi keharusan. Lihat saja, misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi microchip dalam teknologi elektronika. Siapa saja yang mencoba bertahan pada suatu bentuk produk, baik dia itu produsen atau konsumen, pasti akan tergilas dan merugi sendiri. Karena itulah maka "Lembah Silikon" atau Silicon Valley di California selalu diliputi oleh ketegangan akibat kompetisi yang amat keras. Adanya kesan bahwa "perubahan yang terlembagakan" itu tidak memberi tempat istiqamah adalah salah. Kesalahan itu timbul antara lain akibat persepsi bahwa istiqamah mengandung makna yang statis. Memang istiqamah mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti kemandekan. Melainkan lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Dapat dikiaskan dengan kendaraan bermotor: semakin tinggi teknologi suatu mobil, semakin mampu dia melaju dengan cepat tanpa guncangan. Maka disebut mobil itu memiliki stabilitas atau istiqamah. Dan mobil disebut dengan stabil bukanlah pada waktu ia berhenti, tapi justru ketika dia melaju dengan cepat. Maka begitu pula dengan hidup di zaman modern ini. Kita harus bergerak, melaju, namun tetap stabil, tanpa goyah. Ini bisa saja terwujud kalau kita menyadari dan meyakini apa tujuan hidup kita, dan kita dengan setia mengarahkan diri kepadanya (tujuan), sama dengan mobil yang stabil terus melaju ke depan, tanpa terseot ke kanan-kiri. Lebih-lebih lagi, yang sebenarnya mengalami "perubahan yang terlembagakan" dalam zaman modern ini hanyalah bidang-bidang yang bersangkutan dengan "cara" hidup saja, bukan esensi hidup itu sendiri dan tujuannya. Ibarat perjalanan Jakarta-Surabaya, yang mengalami perubahan hanyalah alat transportasinya, mulai dari jalan kaki, sampai naik pesawat terbang. Tujuannya sendiri tidak terpengaruh oleh "cara" menempuh perjalanan itu sendiri. Maka ibarat mobil yang stabil yang mampu melaju dengan cepat, begitu pula orang yang mencapai istiqamah tidak akan goyah, apalagi takut, oleh lajunya perubahan. Dia hidup dinamis, berjalan di atas kebenaran demi kebenaran, untuk sampai akhirnya kembali kepada Tuhan, sang Kebenaran Mutlak dan Abadi. Dan kesadaran akan hidup menuju Tuhan itulah yang akan memberi kebahagiaan sejati sesuai janji Tuhan di atas.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Dalam Hal Kebaikan dan Keburukan




Allah SWT menurunkan ajaran yang fithri/alami/natural (karenanya tidak bisa disebut sebagai beban) demi kebaikan/kebahagiaan manusia. Allah SWT menghendaki agar ajaranNya dilaksanakan sebaik-baiknya, Namun begitu Allah SWT menyerahkan pada manusia untuk menerima perintah itu atau tidak, manusia harus berusaha sendiri untuk melaksanakan ajaran tersebut. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa kejahatan (dengan arti kemaksiatan) itu kehendak Allah SWT. Mari kita renungi ayat berikut: "Dan katakanlah: 'Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir'. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek." (QS. Al-Kahfi/18:29). Perlu ditegaskan adanya perbedaan antara kejahatan dengan arti madharat/balaa', dan kejahatan dengan arti kemaksiatan. Pada hakekatnya memang satu, tapi dua. Jelasnya demikian, pencurian adalah tindakan kejahatan, baik dari sisi pencuri atau orang yang tercuri. Tapi bila kita kaitkan dengan istilah madharat/balaa' dan maksiat, maka akan jelas perbedaannya: si pencuri melakukan kemaksiatan (pencurian), dan si tercuri terkena madharat (pencurian). Dan tindakan mencuri (kemaksiatan) sama sekali bukan kehendak Allah. Sedangkan orang yang tertimpa madharrat atau balaa' tidak berarti tertimpa kejelekan. Renungkan hadits Nabi berikut: Seseorang mengeluh ke Rasulullah: "Wahai Rasul, harta saya hilang dan badan saya sakit." Jawab beliau: "Kebaikan (keberuntungan) itu tidak terdapat pada orang yang hartanya tidak hilang dan badannya tidak sakit. Karena sesungguhnya, jika Allah memang mencintai seorang hamba Allah menurunkan cobaan padanya lantas membekalinya kesabaran." Hadits ini menyiratkan bahwa kejelekan/keburukan itu bukanlah identik dengan kenikmatan duniawi. Tapi kebaikan adalah kesabaran itu sendiri.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Puasa



Allah SWT berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa." (QS. Al Baqara:183). 

Pelajaran yang sangat menarik dari ayat ini adalah : 

Pertama: bahwa yang dipanggil oleh Allah SWT untuk melaksanakan ibadah puasa adalah orang-orang yang mempunyai kwalitas keimanan, Mengapa? 

a. Karena tanpa iman segala perbuatan apapun akan menjadi sia-sia di sisi Allah SWT. Kita simak bagaimana Allah mengumpamakan perbuatan orang-orang kafir dengan fatamorgana. "Dan orang-orang yang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana, di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun." (QS. Nur:39). Di sini nampak bahwa sebuah perbuatan tanpa iman akan menjadi semata bayang-bayang, yang nampak seakan menjanjikan apa yang diharapkan, tetapi pada hakekatnya ia tiada ada artinya di sisi Allah SWT. 

b. Bahwa sebuah tugas akan berjalan jika manusianya secara psikologis menerima tugas tersebut dengan lapang dada. Dan puasa adalah tugas yang menuntut hadirnya keimanan, sehingga ia menjadi ibadah yang benar-benar mencerminkan makna ketaatan kepada yang menugasinya. Karena itulah Allah SWT memanggil dalam ayat tersebut dengan ungkapan "Hai orang-orang yang beriman."

c. Sebab hanya Allah-lah yang akan memberikan pahala terhadap perbuatan baik sang hamba termasuk puasa. Dan untuk itu diperlukan kartu keimanan. Karena dari kartu itulah puasa sesorang menjadi sah dan berhak mendapatkan balasan yang setimpal. Lain halnya dengan puasa orang kafir, yang tujuannya tidak kepada Allah. Maka bagaimana mungkin Allah akan memberikan pahala kepadanya. Karenanya yang Allah panggil bukan orang kafir, melainkan orang-orang yang beriman. 

Kedua: Makna puasa yang diwajibkan kepada orang-orang yang beriman adalah menahan diri dari lapar, dari sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Nampak dari segi menahan laparnya saja sangat mudah, tetapi ketika sikap puasa tersebut dikaitkan dengan keimanan, ia akan menjadi sangat bermakna. Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang berpuasa (pada bulan Ramadhan) dengan penuh keimanan dan pengharapan atas ridha Allah, ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat." (HR. Bukhari-Muslim). Karenanya kemudian orang-orang yang berpuasa bagi Allah sangat mendapatkan keistimewaan : 

a. Allah akan memberikan pahala khusus bagi mereka yang berpuasa. Rasulullah bersabda dalam hadits Qudsi, Allah berfirman : "Semua amalan anak adam miliknya, kecuali puasa, ia adalah milikKu, dan Akulah yang akan memberikan pahala terhadap puasa tersebut " (HR. Bukhari Muslim). 

b. Puasa ini akan menjadi pelindung dari api neraka. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda : "al shiyaamu junnatun" puasa itu merupakan penghalang dari api neraka (HR. Bukhari-Muslim). 

c. Allah SWT sebagaimana dalam sebuah hadits akan mengkaruniakan dua kebahagiaan bagi yang berpuasa: Kebahagiaan ketika berbuka puasa, dan kebahagiaan ketika bertemu Allah dengan puasanya (HR. Bukhari-Muslim). 

d. Allah menyediakan pintu khusus di surga bagi mereka yang berpuasa. Namanya pintu al Rayyan. Tidak ada yang bisa masuk pintu itu kecuali orang-orang yang berpuasa (HR. Bukhari-Muslim). 

Ketiga: Ayat di atas menyebutkan bahwa puasa itu juga diwajibkan kepada umat-umat terdahulu. Dari persaksian ini ada beberapa hal yang bisa diungkap : 

a. Agungnya ajaran puasa, di mana setiap umat yang Allah utus kepada mereka para nabi, diwajibkan berpuasa. 

b. Adanya keterkaitan antara ajaran Rasulullah SAW dengan ajaran para nabi sebelumnya, yang menunjukkan bahwa sumbernya adalah satu yaitu Allah SWT. 

c. Konsekwensi dari hal tersebut adalah keharusan mengakui kerasulan Muhammad SAW. dengan tidak membedakan antara utusan Allah yang satu dengan para utusan yang lain. 

Keempat: Puasa adalah realisasi ketakwaan. Dalam memahami hakikat ketakwaan di sini ada beberapa hal yang harus digaris bawahi: 

a. Ketakwaan berarti keimanan yang jujur kepada Allah. Sehingga ia benar-benar mengamalkan ajaran Allah di manapun berada. Dalam keramaian maupun dalam kesendirian. 

b. Sikap ekstra hati-hati dari hal-hal yang dilarang Allah. Ibarat sedang berjalan di atas jalan setapak yang penuh duri. Ia melangkah pelan-pelan supaya selamat dari tusukan duri. Demikian juga takwa, ia adalah sikap hati-hati dalam sekecil apapun langkahnya, takut kalau nanti langkahnya itu melanggar ajaran Allah.

c. Bahwa ketika ia berusaha dengan jujur menjaga puasanya (dari hal-hal yang merusaknya) padahal ia bisa membatalkannya dengan tanpa seorang pun tahu, itu adalah bukti ketakwaan kepada Allah. Dalam hal ini Rasulullah mengajarakan: jika ada seorang mengejek atau mengajak bertengkar, sementara anda sedang puasa, katakan kepadanya: "Maaf saya sedang puasa" (HR. Bukhari Muslim).

d. Ketika ia berusaha menjaga hatinya supaya senantiasa berdzikir kepada Allah, itu adalah takwa. 

e. Ketakwaan yang demikian murni ini kemudian tercermin dalam segala dimensi hidupnya, apapun profesinya, sebagai negarawan, menteri, pedagang, pejabat, pelajar dan lain sebaginya. Sehingga seluruh prilakunya tidak lain adalah persaksian ketaatan kepada Allah SWT. Bila setiap orang dari penduduk sebuah negeri benar-benar mengamalkan makna ketakwaan tersebut secara hakiki, niscaya Allah akan buka jalan-jalan rejeki dan akan Allah permudah jalan keluar dari berbagai krisis yang selama ini membelenggunya. Sebuah langkah alternatif yang selama ini terabaikan.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Perasaan Was-Was Dalam Ibadah




Rasa was-was merupakan penyakit yang ada dalam jiwa manusia. Penyakit tersebut terkadang juga disebabkan oleh syaithan yang menggoda perasaan manusia agar manusia ragu dan bimbang. Maka kita senantiasa diperintahkan untuk meminta perlindungan kepada Allah dari was-was ini. Dalam surah an-Nas, "Katakan (wahai Muhammad) aku berlindung kepada Tuhannya manusia. Dzat yang memiliki semua manusia. Tuhan seluruh manusia. Dari kejelekan godaan syetan. Yang membisikkan kebimbangan di hati manusia. Dari golongan jin dan manusia" (Q.S. an-Nas).


Dari pendekatan agama, cara menghilangkan was-was adalah mulai melatih diri berprasangka baik terhadap Allah dan menanamkan keyakinan kepada diri kita bahwa Allah tidak membebani diri kita kecuali semampu kita. Nabi Muhammad pernah bersabda :"Bila kalian diperintah untuk menjalankan suatu ajaran, maka lakukan semampumu dan apabila kamu dilarang dari suatu tindakan maka tinggalkan ia secara total". Ketika kita berwudhu atau mendirikan sholat, berarti kita menjalankan perintah Allah, maka kita lakukan itu semampu kita dengan meninggalkan rasa ragu yang ada dalam hati kita. Apakah wudhu dan sholat kita diterima atau tidak, apakah wudhu dan sholat kita sempurna atau tidak, kita serahkan itu semua kepada Allah dengan tanpa keraguan. Kita harus yakin bahwa Allah maha menerima akan semua ibadah kita baik yang sempurna maupun yang tidak. Kita juga harus berhusnuzzan (prasangka baik) terhadap Allah bahwa ibadah kita yang kurang sempurna akan diampuni oleh Allah karena kita telah berusaha sekuat tenaga.

Banyak orang yang mengalami was-was karena permasalahan niat, baik niat wudhu maupun sholat. Mereka menjadi was-was karena berkeyakinan bahwa melakukan niat harus bersamaan dengan membasuh muka ketika wudhu secara tepat. Ada juga yang menjadi was-was karena keyakinan bahwa melafazkan dan melakukan niat sholat harus bersamaan dengan mengangkat tangan ketika takbiratul ihram atau ketika mengucapkan Allahu akbar. Karena terlalu berkeyakinan seperti itu, dan akhirnya ia merasa kesulitan untuk melakukan niat secara bersamaan dengan membasuh muka ketika wudhu atau takbiratul ihram ketika sholat.

Yang perlu kita ketahui, bahwa niat, baik dalam wudhu maupun sholat sebenarnya masalah yang ringan dan cukup dengan sebersit rasa bahwa kita melakukan sholat atau wudhu karena Allah. Itu sudah cukup. Adapun melafalkan dan melakukannya secara bersamaan dengan membasuh muka atau dengan takbiratul ihram itu hanya sunnah.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Larangan Sholat di Kuburan



  1. "Bumi dijadikan untukku sebagai tempat bersujud dan alat bersuci". (HR. Bukhori, Muslim dll).
  2. "Bumi adalah tempat bersujud, kecuali kuburan dan tempat mandi". (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dll).
  3. "Allah melaknati orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para nabinya sebagai masjid". (HR. Bukhori, Muslim, dll).
Untuk hadits pertama menjelaskan bahwa kita diperbolehkan melaksanakan sholat di semua tempat di permukaan bumi ini, kecuali tempat-tempat yang dilarang syara' atau hal-hal lain ('aridli) yang menyebabkan tidak diperbolehkannya.

Hadits kedua menyebutkan sebagian tempat-tempat yang dikecualikan syara', yaitu kuburan dan tempat mandi. Namun Nabi SAW sendiri pernah melakukan sholat di kuburan (HR. Bukhori, Muslim dll). Lantas timbul pertanyaan, mengapa ada larangan salat di kuburan?

Sebagaimana hadits kedua, hadits ketiga ini juga menimbulkan pertanyaan yang sama, mengapa Allah SWT melaknati orang-orang yang menjadikan kuburan nabinya sebagai tempat sholat?

Jawabnya, bahwa larangan sholat di kuburan atau di atas kuburan itu bukan karena kuburannya, melainkan disebabkan hal-hal lain, misalnya kuburannya itu najis. Begitu juga tidak diperbolehkannya menjadikan kuburannya para nabi sebagai tempat sholat itu bukan karena kuburannya, melainkan disebabkan kekuatiran akan terjadinya sikap berlebih-lebihan di dalam ta'dhim, mengkultuskan atau yang lainnya kepada para nabi yang pada ahirnya bisa membawa pada kekufuran, sebagaimana yang pernah dialami oleh umatnya para nabi zaman dahulu.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Tentang Sakit



Sakit adalah takdir Allah, dan pasti ada alasan tertentu yang menjadi penyebab itu semua. Tidak mungkin Allah melakukan sesuatu tanpa sebab yang mendahuluinya atau tanpa hikmah di balik semua itu. 

Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam pernah menemui Ummu As-Saa’ib, beliau bertanya : ”Kenapa engkau menggigil seperti ini wahai Ummu As-Saa’ib?” Wanita itu menjawab : “Karena demam wahai Rasulullah, sungguh tidak ada barakahnya sama sekali.” Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Jangan engkau mengecam penyakit demam. Karena penyakit itu bisa menghapuskan dosa-dosa manusia seperti proses pembakaran menghilangkan noda pada besi”. (HR. Muslim).

Dan sakit adalah merupakan bagian dari ujian atau azab yang menimpa jiwa. Jangan sampai kita menjadi seperti orang-orang munafiq yang tidak mau bertaubat atau mengambil pelajaran saat mereka diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala. 


“Dan tidaklah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran.”
(QS. At-Tawbah: 126).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Kewajiban Mengganti Sholat Yang Ditinggalkan.




Semua sholat yang ditinggalkan wajib diganti. Baik Sholat tersebut ditinggalkan secara sengaja ataupun tidak sengaja. Kewajiban menggantinya adalah begitu seseorang sadar, bahwa dia telah meninggalkan sholat.
Misalnya, orang yang tidak sholat karena lupa atau ketiduran, maka begitu ingat atau terjaga dari tidurnya, dia wajib segera sholat meski waktunya telah lewat. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini:
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Orang yang terlewat sholatnya karena tidur atau terlupa, hendaklah segera shalat begitu terjaga/ ingat. Tidak ada kaffarah atasnya kecuali hanya melakukan sholat itu saja."(HR Bukhari dan Muslim).

Yang dimaksud dengan lafadz 'tidak ada kaffarah atasnya' adalah bahwa hukuman atas kelalaiannya itu adalah segera sholat saat itu juga.

Pesan yang kita tangkap dari hadits ini adalah bahwa diwajibkan untuk segera menebus atau mengqadha' sholat yang telah terlewat secepatnya. Tidak boleh ditunda-tunda lagi.
Sedangkan niatnya biasa saja, yaitu kita akan melakukan sholat yang terluput sebagai qadha'. Niat itu adalah menyengaja di dalam hati dengan memastikan jenis sholat yang akan kita lakukan.
Sedangkan lafadznya, sama sekali bukan niat itu sendiri. Para ulama yang menganjurkan at-talaffudz bin-niyah (melafadzkan niat) sepakat bahwa lafadz itu bukan rukun sholat. Lafadz itu sekedar menguatkan niat, tetapi lafadz itu bukan niat.

Wallahu a'lam bishshawab.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Hukum Menghina Rasulullah SAW.



Sumber : MAJELIS TAUSIAH PARA KYAI & USTADZ INDONESIA
Oleh : KH. Ridwan Anshory

I. Para ulama telah berijma’ (bersepakat) akan kafirnya seorang yang menghina ataupun mencela Rafsulullah Shallahu alaihi wa sallam jika pencela itu adalah seorang muslim.

Adapun sandaran ijma ini adalah firman Allah Ta’ala : “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya). Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At Taubah: 64-66).

Sisi pendalilannya adalah “Tidak usah kamu minta maaf karena kamu kafir sesudah beriman“.

Adapun ulama-ulama yang menukil ijma’ akan kafirnya pelaku penghinaan terhadap Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam di antaranya:

Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata dalam kitab Al Muhala bil Atsar, “Telah benar adanya apa yang telah kami sebutkan bahwa setiap yang menghina Allah ta’ala ataupun mengolok-oloknya, ataupun menghina dan mengolok-olok salah satu dari malaikat-malaikat-Nya ataupun menghina dan mengolok-olok salah satu nabi dari para nabi atau juga menghina ayat dari ayat-ayat Allah maka hal itu menjadikan pelakunya kafir murtad (keluar dari islam) dan baginya hukuman sebagai murtad.“

Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah berijma’ bahwa siapa saja yang menghina Allah taupun rasul-Nya atau menolak dari sesautu dari apa yang Allah turunkan ataupun membunuh seorang nabi, maka ia menjadi kafir dengan perbuatan tersebut sekalipun ia mengakui seluruh apa yang Allah turunkan.“

Imam Muhammad bin Sihnun rahimahullah berkata, “Para ulama telah berijma’ bahwa orang yang mencaci nabi ataupun mencacatinya maka ia kafir dan ancaman baginya adalah adzab Allah dan hukumnya di kalangan ummat ini adalah dibunuh dan barangsiapa yang ragu akan kekafirannya maka iapun kafir.“

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan pendapat yang benar dalam masalah ini bahwa orang yang menghina sekalipun ia seorang muslim maka ia kafir dan dibunuh tanpa adalanya perbedaan pendapat dan inilah pendapat imam yang empat (Hanafi, Malik, Syafi’i dan Ahmad. Pent) serta yang lainnya.

II. Jika Pencelanya Orang Kafir Dzimie (Orang Kafir yang Berada dalam Perlindungan Pemerintah Islam)

Jika yang mencela ataupun yang menghina Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam adalah seorang kafir dzimi maka ia berubah setatusnya menjadi kafir harbi (orang kafir yang boleh diperangi) dan perlindungannya dari pemerintah islam menjadi batal sebagaimana firman Allah ta’ala,

“Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti.” (QS At Taubah 12).

Ahli tafsir Imam al-Jasos berkata berkaitan dengan ayat ini, “Dzahir ayat ini menunjukan bahwa barangsiapa yang menampakan penghinaan terhadap nabi alaihi solatu wassalam dari orang kafir yang punya perjanjian perlindungan dengan pemerintah islam (kafir dzimi) maka batallah perjanjiannaya.“

III. Jika yang Menghina Rasulullah adalah Orang Kafir Harbi

Jika yang menghina Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam adalah kafir harbi maka ia lebih layak untuki dibunuh karena disamping ia menghina rasul ia pun memerangi islam secara terang-terangan.

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Ketika aku berdiri dibarisan perang Badr, aku menoleh ke kanan dan ke kiri tiba-tiba aku melihat dua pemuda dari kaum anshar yang usianya masih muda sehingga aku ingin rasanya memiliki kekuatan seperti mereka, salah satu dari pemuda itu mendekatiku lalu bertanya dengan berbisik, “Paman..! Apakah kau tau Abu Jahl?” Aku menjawab, “Ya.. Ada perlu apa kamu dengannya?” Dia menjawab, “Aku diberi tahu bahwa ia mencaci maki Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Demi yang menggengam jiwaku, jika aku melihatnya aku tidak akan berpisah dengannya sehingga aku atau dia yang mati.” Kata Abdurrahman, “Aku merasa senang dengan hal itu, kemudia pemuda yang satunya lagi juga mendekatiku dan juga bertanya dengan berbisik seperti halnya pemuda yang sebelumnya, tidak lama kemudian aku melihat Abu Jahl, lalu aku katakan, “Lihat..! Itu dia Abu Jahl yang kalian tanyakan itu.” Kedua pemuda itu segera mengejar Abu Jahl dan menebasnya dengan pedang meraka sehingga mereka berhasil membunuhnya, kemudian mereka kembali kepada Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam untuk memberitahukan hal itu. Rasulullah bertanya,” Siapa diantara kalian berdua yang telah membunuh Abu Jahl?” Masing-masing menjawab, “Aku yang telah membunuhnya”. Rasulullah bertanya lagi, “Apakah kalian telah membersihkan pedang kalian?” Keduanya menjawab, “Belum”. Lalu Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam memeriksa kedua pedang tersebut kemudian beliau bersabda, “Kalian berdua telah membunuh Abu Jahl dan harta yang dirampas dari Abu Jahl menjadi milikmu”[dua orang tersebut adalah Mu’adz bin Afra’ dan Mu’adz bin Amr bin al-Jamuh. (HR Bukhori no: 3141)

Saudara-saudariku fillah..

Dari penjelasan di atas tadi jelaslah sudah hukuman bagi orang yang menghina Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam apapun bentuknya dan iapun mendapatkan ancaman dari Allah sebagai mana dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS Al Ahzab: 57).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Mengingat Kematian




Orang yang cerdas adalah orang yang tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian mempersiapkan diri sebaik-baiknya demi tujuan tersebut. Maka, jika akhir kesempatan bagi manusia untuk beramal adalah kematian, mengapa orang-orang yang cerdas tidak mempersiapkannya ?


Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan).

Dianjurkan bagi setiap muslim, baik yang sehat maupun yang sedang sakit, untuk mengingat kematian dengan hati dan lisannya. Kemudian memperbanyak hal tersebut, karena dzikrul maut (mengingat mati) dapat menghalangi dari berbuat maksiat, dan mendorong untuk berbuat ketaatan. Hal ini dikarenakan kematian merupakan pemutus kelezatan. Mengingat kematian juga akan melapangkan hati di kala sempit, dan mempersempit hati di kala lapang. Oleh karena itu, dianjurkan untuk senantiasa dan terus menerus mengingat kematian.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Amalan Setelah Shalat




Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yang setiap habis shalat membaca tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, takbir tiga puluh tiga kali, yang berarti sembilan puluh sembilan kemudian dia menyempurnakannya dengan yang keseratus: Tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nyalah segala kerajaan, bagi-Nya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, maka akan diampuni dosanya walaupun sedalam samudera." (HR. Ahmad dan Muslim).


Yang ke seratus adalah :




لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ


Laa ilaha illallah wahdahu la syarikalah, lahulmulku wa lahulhamdu wahuwa ‘ala kulli sya-in qadir. Allahumma laa mani’a lima a’thaita, wa laa mu’thiya lima mana’ta wa laa yanfa’ul jad minkal jad.




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Qadla Sholat



Definisi Ada' adalah menjalankan ibadah di dalam waktunya. Sedangkan Qadla adalah menjalankan ibadah setelah lewat waktunya. Apabila seseorang mengakhirkan Sholat hingga lewat waktunya, kerana uzur seperti tidur atau lupa, maka wajiblah baginya untuk men-qadla Sholat yang ditinggalkan tesebut. Dan apabila ia meninggalkan Sholat dengan sengaja dan tanpa uzur, maka itu termasuk perbuatan maksiat, dan wajib baginya meng-qadla Sholat tersebut dan bertaubat. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda:"Barang siapa tertidur dan meninggalkan Sholat, maka hendaklah ia bergegas Sholat ketika ingat".

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.: Bahwasanya Rasulullah SAW ketika kembali dari peperangan Khaibar, berjalan pada malam hari bersama para sahabat, dan ketika beliau merasakan kantuk, memerintahkan para sahabat untuk berhenti dan beristirahat dan berkata pada Bilal "Berjaga-jagalah malam ini", kemudian Bilal sholat beberapa rekaat dan berjaga-jaga. Rasulullah SAW tertidur bersama para sahabat, dan ketika mendekati waktu fajar, Bilal bersandar pada kuda tunggangannya sambil menghadap pada arah fajar, Bilal merasakan kantuk dan akhirnya tertidur, tak satupun dari para sahabat terbangun hingga panas matahari mengenai mereka, yang pertama kali bangun adalah Rasulullah SAW, terkejut dan berkata pada Bilal, "Hai Bilal", kemudian Bilal menjawab "telah menimpa padaku seperti yang menimpa padamu ya Rasul"(kantuk). Kemudian Rasulullah SAW berkata pada para sahabat "Tambatkan tunggangan kalian", kemudian para sahabat melakukannya. Rasulullah SAW berwudlu dan memerintahkan pada Bilal untuk beriqomat, kemudian Rasulullah bersama para sahabat sholat (qadla) berjamaah dan ketika selesai sholat Rasulullah SAW bersabda "Barangsiapa lupa mengerjakan sholat, maka kerjakanlah sholat ketika Ia mengingatnya, dan sesungguhnya Allah SWT telah berfirman "Dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku".


Wajib qadla sholat yang ditinggalkan, merupakan pendapat empat mazhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali dan berdasarkan perintah dan tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w.



Pandangan yang mengatakan tidak wajib qadha' adalah pendapat Imam Ibn Taymiyah, Ibn Hazmin, ia juga diamalkan oleh Umar alKhattab, Ibn Umar, Umar abd Aziz, Ibn Sirin, dan lain-lain. Hujah mereka: Islam telah mewajibkan solat dan tidak boleh menangguhkannya walaupun sakit, musafir dalam peperangan; ditegaskan oleh Imam Ibn Taymiyah tidak boleh mengqadha' solat yang tertinggal, cukup dengan taubat dan solat sunat yang banyak untuk menggantikannya.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Tips Meredam Marah



Marah dan emosi adalah tabiat manusia. Kita tidak dilarang marah, namun diperintahkan untuk mengendalikannya agar tidak sampai menimbulkan efek negatif. Dalam riwayat Abu Said al-Khudri Rasulullah SAW. bersabda "Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridhoi, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang cepat marah dan lambat meridhoi" (H.R. Ahmad).
Dalam riwayat Abu Hurairah dikatakan "Orang yang kuat tidaklah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah" (H.R. Malik).


Menahan marah bukan pekerjaan gampang, sangat sulit untuk melakukannya. Ketika ada orang bikin gara-gara yang memancing emosi kita, barangkali darah kita langsung naik ke ubun-ubun, tangan sudah gemetar mau memukul, sumpah serapah sudah berada di ujung lidah tinggal menumpahkan saja, tapi jika saat itu kita mampu menahannya, maka bersyukurlah, karena kita termasuk orang yang kuat.


Cara-cara meredam atau mengendalikan kemarahan :


  1. Membaca Ta'awwudz. Rasulullah bersabda "Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu "A'uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim" "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk" (H.R. Bukhari Muslim).
  2. Berwudlu. Rasulullah bersabda "Kemarahan itu itu dari syetan, sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah" (H.R. Abud Dawud).
  3. Duduk. Dalam sebuah hadist dikatakan "Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah" (H.R. Abu Dawud).
  4. Diam. Dalam sebuah hadits dikatakan "Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah" (H.R. Ahmad).
  5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat. Dalam sebuah hadits dikatakan "Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud)." (H.R. Tirmidzi).



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Sholat Berjamaah



Shalat berjamaah sangat tinggi nilainya dan sangat besar pahalanya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. bersabda "Shalat Jamaah lebih utama dua puluh tujuh kali dibanding shalat sendiri" (H.R. Bukhari Muslim dll.). Dalam riwayat lain dikatakan lebih utama dua puluh lima kali dibanding shalat fardlu. Dalam sebuah hadist juga Rasulullah bersabda "Karuniailah mereka yang berjalan dalam kegelapan menuju masjid dengan sinar yang sempurna di hari kiamat" (H.R. Abu Dawud & Trimidzi). Dalam riwayat Utsman, Rasulullah SAW bersabda "Barang siapa shalat Isya' dengan berjamaah, maka ia seperti mendirikan shalat selama setengah malam, barangsiapa shalat Subuh berjamaah, maka ia laksana shalat semalam suntuk" (H.R. Muslim dll.).


Hukum Shalat Jamaah menurut :

Mazhab Syafi'i mengatakan hukum shalat jamaah adalah Fardlu kifayah, yaitu apabila tidak ada seorang pun yang mendirikan jamaah dalam satu kampung, maka seluruh kampung mendapatakn dosa.

Mazhab Hanbali bahkan mengatakan shalat jamaah adalah fardlu ain, wajib bagi setiap muslim, karena kuat dan banyaknya dalil yang memerintahkan shalat jamaah. 

Mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan shalat jamaah selain shalat jum'ah hukumnya sunnah mu'akkadah. 

Memang... Utamanya shalat fardlu dilakukan secara berjamaah di masjid. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda "Wahai umatku, shalatlah di rumah-rumah kalian, karena yang paling utama shalat seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat fardlu" (H.R. Bukhari Muslim). Mereka yang menemukan takbiratul ihram bersama imam dalam shalat fardlu sangat besar pahalanya, seperti dalam sebuah hadits dikatakan "Barang siapa mendirikan shalat selama 40 hari dengan berjamaah, dengan mendapatkan takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dibebaskan dari dua perkara, yaitu dari neraka dan dari kemunafikan" (H.R. Tirmidzi). Semakin banyak jumlah peserta jamaah, semakin utama pula pahala jamaah, sebagaimana sebuah hadits menjelaskan "Shalat seseorang bersama seorang lebih utama dari shalat sendiri, dan shalat bersama dua orang lebih utama dari shalat bersama seorang, semakin banyak mereka berjamaah semakin dicintai Allah" (H.R. Ahmad, Abu Dawud).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Menyikapi Takdir Sesuai Dengan Aturan Agama





Dalam masalah takdir ada beberapa hal yang perlu di dicermati. Bagaimana sikap seorang hamba terhadap takdir dan bagaimana melakukan upaya menghadapi takdir tersebut.
Takdir berarti suatu hal yang telah ditetapkan oleh Allah semenjak jaman azali atau zaman sebelum diciptakan sesuatu di "Lauhul Mahfudz" yang berkenaan dengan nasib dan perjalanan hidup seseorang. Dalam kaitannya dengan takdir mutlak salah satunya adalah jodoh, mati dan rezeki seseorang yang telah ditentukan Allah Yang Maha Kuasa. Ada beberapa pendapat tentang bagaimana seseorang manusia menyikapi takdir yang sesuai dengan aturan agama. Dalam hal ini ada tiga pendapat ulama. 

Pertama, mereka yang mengatakan bahwa takdir adalah keputusan Allah, dimana baik dan buruk nasib sesorang ditentukan sepenuhnya oleh Allah, tanpa manusia bisa berupaya dan mengganti keadaan tersebut. Di sini manusia dituntut untuk pasrah terhadap ketentuan yang telah diberikan, golongan ini disebut golongan Jabariah.

Kedua, mereka yang mengatakan bahwa nasib dan takdir seseorang ditentukan oleh seberapa besar usaha orang tersebut tanpa ada intervensi dan keikut sertaan Allah terhadap perjalanan hidup seorang hamba, dan lebih lanjut menyatakan bahwa di situ terhampar lahan luas dimana manusia bebas dan berkuasa penuh terhadap nasib yang akan dilalui nanti, golongan ini disebut Qodariah. 

Dan golongan terakhir yang ke tiga, mereka adalah yang mengatakan bahwa Allah telah menetapkan nasib dan takdir seseorang namun manusia tetap dituntut untuk berupaya semaksimal mungkin untuk merubah keadaan dan kondisiya, dan perubahan itu bisa di upayakan atas kuasa Ilahi dan ridlo darinya (meski nasib dan suratan takdir telah tertulis). Golongan ini adalah ulama dari Ahli Sunnah waljamaah . 

Dari sini kita bisa mengambil konklusi bahwa manusia tetap dituntut untuk berupaya seoptimal mungkin untuk mencapai kehidupan yang baik di dunia maupaun di akhirat dengan seimbang tanpa melupakan sisi pasrah dan tawakal kepada sang Pencipta. Pasrah bukan berarti sikap fatalis yang hanya menunggu perubahan dari Allah atau bertindak sesuatu yang irasional, seperti meninggalkan mobil tanpa menguncinya, karena yakin dengan takdir Allah apakah mobil itu hilang atau tidak. Dan rezeki maupun karier pun tidak akan berkembang jika kita hanya berpangku tangan. Berarti disitu ada sisi upaya manusia dan intervensi Tuhan untuk menetapkan sesuatu terjadi atau tidak, semua sangat tergantung dari optimalisasi usaha manusia dan keridloan Ilahi. 

Dalam Al Qur'an Allah berfirman "Sesungguhnya Allah tidak merubah suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar Rad: 11).
Dan Allah mengisyaratkan manusia untuk terus bekerja dan berbuat untuk tujuan jauh ke masa mendatang yaitu bertindak untuk tujuan akhirat tanpa melupakan sisi manusiawi seorang hamba untuk bekerja dan beraktifitas demi kehidupannya di dunia, dalam hal ini Allah berfirman "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah kamu kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu............(QS. Al Qasas:77 ).

Lebih lanjut dalam suatu kesempatan sahabat Umar r.a pernah mengisyaratkan "Berbuatlah dan bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah dan beribadahlah untuk akheratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari". 

Demikianlah suatu takdir akan berubah sesuai dengan usaha dan upaya manusia, meski Allah telah mentapkan suatu ketetapan dari awal, namun isyarat Ilahi mengharuskan adanya suatu usaha optimal untuk memperoleh keadaan yang lebih baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Setelah usaha yang maksimal disertai dengan doa dan sikap pasrah pada Allah  kita serahkan nasib dan takdir. Inilah yang dinamakan sikap pasrah dan tawakal pada apapun yang kita inginkan . Wallahu a'lam bissowab Wassalam,


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Tata Cara Berdoa



Dalam berdoa tak perlu memakai bahasa Arab, jika tak paham maknanya. Karena berdoa adalah pekerjaannya hati. Biasanya, kalau sebuah (kalimat) doa itu sudah dihafal luar kepala, akhirnya bergeser menjadi pekerjaannya mulut, tidak keluar dari lubuk hati. Mulut komat-kamit sementara hatinya kosong. Percuma saja kalau demikian. (Pernahkan merasakan hal semacam ini ?)

Juga tak perlu muluk-muluk harus memakai doa hadiah/pemberian kyai. Sederhana saja doa itu, yaitu apa yang benar-benar menjadi desahan dan rintihan kalbu kita. Karena itulah kebutuhan kita.

Untuk memenuhi hal ini, kita harus senantiasa berfikir langkah apa yang telah dan akan kita lakukan hari ini, apa yang kurang dan adakah kiranya kendala menghadang. Maka kita lantas berdoa "Ya Allah, sukseskan tugas-tugasku hari ini."

Ambil contoh.... Ketika mendengar ada kawan sakit, segera tuluskanlah hati kita memohon "Ya Allah, sembuhkanlah dia". Tak perlu lama-lama mencari-cari dan mengingat-ingat kalimat Arab "syafaakallaahu mariidhak" (semoga Allah menyembuhkanmu).

Di sinilah kebenaran hadits "al-du'aa' mukhkhul 'ibaadah" (doa adalah otaknya ibadah).

Berfikir dan berdoa adalah dua langkah yang harus dijalankan secara berkelidan dan beriringan. Dengan kata lain, apa yang kita pikirkan itulah cita-cita kita, yang harus kita panjatkan dalam setiap doa. Baik cita-cita itu tinggal selangkah lagi, atau masih sekian ratus di depan, harus kita doakan.. Kita pikirkan.. Kita doakan. Terus begitu.
Jika demikian, langkah demi langkah kita adalah hasil fikiran yang baik. Dan kebaikan itu adalah ibadah.

Langkah selanjutnya (jika telah memahami hal di atas) adalah optimisme dalam berdoa. Banyak hadits yang menyiratkan hal ini.
"Berdoalah dan serta-merta mantaplah doamu dikabulkan. Karena ketahuilah Allah tidak mengabulkan doanya orang yang hatinya lupa (akan apa yg didoakannya)".

"Aku (Allah) bersama prasangka hambaKU kepadaKU, jika dia optimis maka hasilnya seperti apa yang ia harap, jika pesimis pun demikian.. hasilnya jelek seperti yang ia duga."

Penting juga ditambah dengan tata cara/adab berdoa, seperti berdoa dalam keheningan fajar, setiap usai sholat, menengadahkan kedua tangan dan tenang menghadap kiblat, dsb.

Ya demikianlah... Semoga hal ini lebih bisa membuka pemikiran kita, agar dapat lebih khusuk dan mantap dalam berdoa (karena tahu makna dan meresapi doa kita).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Bersuci (Thaharah)



1. Pengertian Thaharah.
Menurut bahasa, Thaharah artinya suci atau bersih. Sedangkan menurut istilah syariat, thaharah adalah suci dari hadast ( Keadaan suci setelah berwudhu, tayamum atau mandi wajib, dan untuk kesuciannya butuh niat)dan dari najis (Keadaan suci setelah membersihkan najis yang ada di badan, pakaian dan tempat, untuk kesuciannya tidak butuh niat.
2. Air.
Macam - macam air yang digunakan untuk bersuci:
- Air Sumur.
- Air Hujan
- Air Sungai
- Air Laut.
- Air Salju atau air es bila telah mencair.
- Air dari mata air.
- Air Embun.

Pembagian Air ditinjau dari hukumnya ada 4, yaitu:

A. Air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci (Air Mutlak/Air yang masih murni)
Misalnya: Air Sumur, Air Hujan, Air Sungai, dll.
 
B. Air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci, tetapi Makruh jika digunakan atau disebut Air Musyamas.
Yaitu air yang terjemur terik matahari dalam wadah yang terbuat dari bahan yang mudah karat.
 
C. Air yang suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci. Yaitu:
- Air Musta'mal, yaitu air yang kurang dari 2 kulah yang telah digunakan untuk bersuci dari hadast atau najis. (Dua Kulah = banyaknya air di dalam bak yang panjang, lebar dan tingginya +/- 60m3).
- Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan benda - benda suci lainnya, misalnya air teh, air kopi, dll.
- Air yang keluar dari pohon - pohonan dan buah - buahan, misalnya air aren, air kelapa, dll.
 
D. Air yang Najis, yaitu air yang mengandung najis dan banyaknya kurang dari dua kulah atau walaupun banyaknya kurang dari 2 kulah atau lebih tetapi keadaannya telah berubah. Boleh bersuci dengan air yang telah berubah jika perubahannya disebabkan terlalu lama berhenti di tempatnya atau bercampur dengan lumpur, lumut, sesuatu yang tidak dapat di hindari baik yang ada di tempatnya maupun tempat mengalirnya dan sesuatu yang Mujawir (dapat dipisahkan dari air, misalnya minyak).
 
E. Air yang diperoleh dengan cara mencuri / ghasab (merampas), atau tidak minta izin terlebih dahulu kepada pemiliknya. Air semacam ini haram hukumnya untuk dipergunakan.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Tata Cara Mencintai Allah SWT.



Mencintai Allah SWT adalah menjadikan Allah SWT dan segala perintahnya sebagai prioritas utama dalam segala wujud kehidupan sehari-hari. Cinta kepada Allah SWT adalah cinta pada level tertinggi, mengalahkan segala bentuk cinta kepada manusia, termasuk kepada orang tua, istri, anak-anak, harta benda dan semuanya.

Jangankan menjadikan yang selain Allah SWT itu lebih tinggi derajatnya dengan cinta kepada Allah, bahkan bila hanya sama dan sederajat saja, sudah dikatakan zalim oleh Allah.

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa, bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya. 
(QS. Al-Baqarah: 165).

Apalagi bila menjadikan semua itu lebih kita cintai dari Allah, tentu lebih parah lagi. Allah menyebut mereka yang mencintai selain dirinya dengan tingkat kecintaan yang lebih tinggi dari mencintai Allah, mereka adalah orang fasiq.

Katakanlah, "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA dan dari berjihad di jalan NYA, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS At-Taubah: 24).

Tata Cara Mencintai Allah

Cara mencintai Allah tentu harus sesuai dengan cara yang ditentukan Allah SWT. Bukan dengan cara mengarang-ngarang sendiri, apalagi menciptakan sendiri ritual-ritual aneh yang tidak ada dasarnya dari Allah SWT.

Dan bentuk mencintai Allah SWT yang paling tepat adalah dengan cara mengikuti petunjuk dari Rasulullah SAW. Sebab beliau adalah petugas resmi yang diutus Allah SWT kepada umat manusia untuk mengajarkan bagaimana cara mewujudkan bentuk real sebuah cinta kepada-Nya.


Katakanlah: "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.Ali Imran: 31).

Apapun realisasi rasa cinta seseorang kepada Allah SWT, tetapi kalau sampai bertentangan dengan apa yang telah Rasulullah SAW ajarkan, maka pengungkapan bentuk cinta itu justru tertolak, bahkan malah melahirkan laknat dan siksa dari Allah.

Sebab kedudukan Rasulullah SAW adalah sebagai utusan resmi satu-satunya dari Allah kepada seluruh manusia, bahkan kepada seluruh makhluk hidup yang ada. Maka apa pun yang beliau sampaikan, wajib kita ikuti dengan sepenuh hati. Sebaliknya, apapun yang dilaranganya, tentu saja wajib kita jauhi dari diri kita. Penegasan pernyataan ini disampaikan Allah langsung di dalam Al-Quran Al-Kariem.

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr: 7).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah menggambarkan sebuah pengibaratan tentang bentuk cinta kepada Allah. Beliau berkata bahwa cinta kepada Allah itu ibarat pohon dalam hati, akarnya adalah merendahkan diri di hadapan Dzat yang dicintainya, batangnya adalah mengenal nama dan sifat Allah, rantingnya adalah rasa takut kepada (siksa)Nya, daunnya adalah rasa malu terhadap-Nya, buah yang dihasilkan adalah taat kepadaNya Dan penyiramnya adalah dzikir kepadaNya. Kapanpun jika amalan-amalan tersebut berkurang maka berkurang pulalah mahabbahnya kepada Allah SWT. (Raudlatul Muhibin, 409, Darush Shofa).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer