Keharmonisan rumah tangga itu tak bisa dipertentangkan dengan ibadah. Karena tindakan istri membahagiakan suami atau suami membahagiakan istri itu termasuk ibadah. Suami yang menghabiskan waktunya hanya untuk ibadah (kendati telah mencukupi nafkah anak dan istrinya) hingga ia tak pernah mengajak istri dan anaknya bercengkrama, jelas, seperti ini namanya dzalim. (Dzalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya). Suami mendzalimi istri dan anaknya, karena ia menempatkan ibadah atas kewajiban mencengkramai mereka. Demikian juga istri yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk beribadah, sampai meremehkan kebutuhan-kebutuhan suaminya. Istri seperti ini berarti telah berbuat dzalim.

Kebiasaan ibadah istri (shalat, puasa, dll) harus mempunyai jadwal tersendiri dari kewajiban-kewajibannya atas suami dan anak-anaknya. Suami pun demikian. Tidak boleh semena-mena. Harus disepakati jadwal-jadwal ibadah, bercengkrama, bekerja, dll, biar tidak merugikan anggota keluarga lainnya.

Harus dibangun kesadaran bahwa jadwal ibadah itu tak harus bertabrakan dengan waktu di mana masing-masing suami-istri harus memenuhi tugas keluarga. Nah, karena itulah suami-istri sudah seharusnya saling mengenali kebiasaan masing-masing. Sebagai contoh: Kalau suami biasanya pulang dari kerja jam 2 siang, terus makan bersama, maka sebaiknya istri melakukan shalat Dzuhur sebelum itu.

Hal yang penting juga, masing-masing (suami istri) harus memilah-milah jenis ibadah, mana wajib dan mana sunnah. Gunanya adalah, misalnya si istri rajin tadarrus al-Qur'an, melakukan shalat-shalat sunnah, dan ibadah lainnya yang sekedar sunnat hukumnya, jika suaminya membutuhkannya di saat si istri melakukan ibadah-ibadah sunnah tsb, maka istri sebaiknya dengan rela memenuhinya. Karena ibadah yang dilakukannya jenis sunnah. Sementara memenuhi kebutuhan suami (selama tidak berupa hal-hal yang terlarang) hukumnya adakalanya wajib dan adakalanya sunnah.

Demikian pula suami yang rajin beribadah sunnah  ia harus tahu saat mana istrinya membutuhkan cengkrama, mendiskusikan persoalan rumah tangga, cumbu dan kasih sayang, dll. Tidak boleh ia semena-mena menghabiskan waktunya untuk beribadah. Kalau sampai terjadi perbedaan sengit karena suami meminta istrinya bersekongkol melakukan kemaksiatan, seperti perjudian, pencurian, dll, maka sudah seharusnya istri tak menuruti kata-kata suaminya. Karena "laa thaa'ata li makhluuqin fil ma'shiat" (siapapun tak boleh menaati perintah sesamanya untuk melakukan maksiat).

Sampai di sini bisa dipahami, sebenarnya ungkapan "surgo nunut, neroko katut" (suami masuk surga istri ikut ke surga, suami ke neraka istri pun ke neraka) itu sama sekali tak benar. Ungkapan itu populer karena dipopulerkan orang yang tak memahami ajaran Islam, yang senantiasa menekankan keadilan, di mana keharmonisan rumah tangga berlandaskan keadilannya sendiri. Adil, suami harus membina keharmonisan, sebagaimana (adil pula) istri wajib ikut menjaga keharmonisan.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer