Euthanasia adalah pembunuhan dalam segi medis yang disengaja, dengan aksi atau dengan penghilangan suatu hak pengobatan yang seharusnya didapatkan oleh pasien, agar pasien tersebut dapat meninggal secara wajar. 

Mengenai praktek eutanasia, para ulama membaginya dalam dua hal:

Pertama, Mengambil tidakan aktif (sengaja) untuk mengakhiri hidup seseorang, dengan menggunakan obat-obatan atau alat-alat kedokteran. Hukumnya tidak boleh secara syara' dan praktek ini termasuk kategori pembunuhan yang disengaja (dosa besar) meskipun sang pasien tidak bisa lagi diharapkan kesembuhannya, dan karena rasa kasihan kepadanya. Sebagai contoh, seseorang yang terjangkit kangker berbahaya dan terus-menerus tidak sadar (pingsan) karena menahan sakit, sedangkan dokter sudah menyatakan bahwa sakitnya tidak bisa disembuhkan dengan jalan apapun. Karena merasa kasihan, lantas memberinya suntikan dosis tinggi yang bisa menyebabkan kematiannya.

Kedua, Eutanasia dengan tidakan tidak aktif (tidak ada unsur kesengajaan) dengan cara membiarkan (menghentikan pengobatan) si penderita yang sakitnya tidak bisa disembuhkan lagi sampai ia meninggal dunia. Seperti ini tidak apa-apa dilakukan.

Pendapat ini didasarkan pada hukum berobat itu sendiri yang menurut sebagian ulama boleh-boleh saja (mubah), sebagian lain menganjurkannya (sunah) dan sebagian lain mewajibkannya. Namun "Saya" lebih memilih yang mewajibkan (berobat) apabila penyakit tersebut ada harapan untuk disembuhkan dengan obat-obatan yang tersedia. Karena Nabi SAW semasa hidupnya juga berobat dan memerintahkan kepada para sahabat untuk berobat. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim dalam Zaad al-Ma'aad, jilid 3.

Adapun tentang hukum berobat untuk semua penyakit yang tidak bisa disembuhkan (menurut pendapat para ahli kedokteran), tidak satu pun ulama yang membolehkan atau menganjurkan atau bahkan mewajibkan pengobatannya. Karena melanjutkan pengobatan itu hanya akan memperlama dan memperpanjang rasa sakit seseorang. Dengan demikian boleh-boleh saja praktek eutanasia dengan cara yang kedua.

Contoh lain yang sedikit mirip (tapi berbeda hukumnya) dengan praktek eutanasia yang pertama adalah seseorang yang sakitnya tidak bisa disembuhkan lagi dan menurut dokter sebenarnya ia sudah meninggal karena otaknya tidak lagi mampu mengontrol fingsi-fungsi tubuhnya. Hanya saja karena pernafasannya yang masih berfungsi yang memungkinkannya untuk hidup lebih lama dengan cara memberinya alat pernafasan. Mencabut alat tersebut tidak termasuk eutanasia yang dikategorikan sengaja, oleh karena itu boleh-boleh saja hukumnya. Apalagi, karena alat tersebut hanya mempertahankan fungsi pernafasan saja, tidak sampai mengganti atau menjalankan kembali fungsi kontrol otak.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer